Kupang (ANTARA News) - Tokoh eks-Timor Timur, Armindo Soares, mengatakan pemerintah Indonesia sulit memenuhi keinginan warga eks-Timtim yang menuntut pemerintah memperjuangkan penghapusan 401 nama dalam daftar pelanggar hak asasi manusia (HAM) kategori berat di Timor Leste.

"Siapa saja yang masuk daftar itu tidak diketahui, apalagi meminta untuk penghapusan nama dari daftar pelanggar HAM. Ini permintaan yang sulit dipenuhi," kata mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Timtim--semasa masih bergabung dengan Indonesia--, Armindo Soares, di Kupang, Senin.

Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan tuntutan warga eks Timtim yang tergabung dalam Forum Penegak Kebenaran dan Keadilan dan Rekonsiliasi (FPKKR).

Mereka meminta pemerintah Indonesia memperjuangkan penghapusan 401 nama warga eks Timtim yang dimasukkan daftar pelanggaran HAM berat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Tuduhan terhadap 401 warga eks Timtim yang tersebar di Indonesia saat ini menyusul surat Duta Besar RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di Timor Leste No. RR.084/Dili/IX/09 tanggal 9 September 2009.

Dalam surat itu disebutkan sekitar 401 orang eks Timtim dicari PBB dengan tuduhan pelanggaran HAM berat terkait jajak pendapat tahun 1999 untuk diadili oleh Unit Serious Crime (SCU) lembaga bentukan PBB di Timor Leste.

Menyikapi tuduhan tersebut FPKKR telah melakukan dua kali pertemuan, yakni pada tanggal 25 Maret 2010 di Kupang dan 10 April 2010 di Atambua, untuk mencari solusi dalam menghadapi tuduhan tersebut.

Salah satu rekomendasi dalam pertemuan tersebut adalah meminta pemerintah Indonesia untuk mengklarifikasi nama-nama yang dituduh itu, baik kepada warga eks Timtim maupun kepada PBB.

"Apalagi tuduhan itu lebih pada tindakan fitnah dan sikap antipati terhadap kelompok pejuang otonomi pascajajak pendapat," kata Ketua FPKKR Filomeno de Jesus Hornay.

Armindo Soares yang juga anggota DPRD Provinsi NTT ini mengatakan bahwa PBB tidak akan memberikan daftar nama, apalagi menghapus nama-nama itu dari daftar pelanggaran HAM berat di Timor Leste pascajajak pendapat.

Hal yang harus diwaspadai, menurut dia, setiap warga eks Timtim yang merasa dirinya sebagai pelaku pelanggaran HAM di Timor Leste sebaiknya tidak bepergian ke luar negeri, apalagi ke Timor Leste. "Jangankan ke Timor Leste, ke Singapura saja pasti ditangkap," katanya menandaskan.

Ia lantas mencontohkan kasus Maternus Bere yang semestinya menjadi pelajaran bagi setiap warga eks Timtim yang merasa dirinya melakukan tindakan kekerasan di Timor Leste untuk tidak melakukan perjalanan ke luar negeri.

Maternus Bere, kata dia, dibebaskan dari hukuman karena ada jaminan dari pemerintah Timor Leste. "Kalau tidak ada jaminan, saya yakin Maternus Bere akan menjalani proses di pengadilan," katanya. (B017/D007)

Pewarta: adit
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2010