Entikong, Sanggau (ANTARA News) - Hubungan kekerabatan atau keluarga antarwarga Indonesia dan Malaysia di kawasan perbatasan Kabupaten Sanggau, Kalimantan barat masih sangat erat.

"Hubungan keluarga itu diikat dalam berbagai bentuk, di antaranya perkawinan antara warga yang berbeda status kewarganegaraan dan hubungan lapangan pekerjaan," kata Kepala Desa Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Imran Manuk, di Entikong, Minggu.

Ia mengatakan, hubungan antara warga perbatasan Entikong dengan warga perbatasan Malaysia sangat baik, karena tidak saja terkait persoalan ekonomi, dalam hal mencari lapangan pekerjaan ke nergri jiran, tetapi juga karena pertalian persaudaraan yang masih ada.

Adat dan istiadat sama, demikian juga dengan bahasa. "Bahkan tak sedikit diikat dengan pertalian perkawinan," ungkap kepala desa tersebut.

Dia mengatakan, keluar masuknya orang dan barang melalui "jalan tikus" atau setapak di kawasan perbatasan, bukan hal yang baru. Maksudnya, masalah itu tidak perlu dipersoalkan oleh pemerintah. "Tetapi tinggal bagaimana pemerintah membina warga di kawasan perbatasan agar tidak luntur rasa nasionalismenya," katanya.

Ia menambahkan, walaupun semua warga tahu, jika berbicara soal rasa nasionalisme maka tidak perlu diragukan bagaimana tingginya rasa nasionalisme warga perbatasan, misalnya saat pengalaman menumpas gerakan PGRS/Paraku di perbatasan.

"Tetapi rasa nasionalisme itu bisa saja luntur, jika mereka secara terus menerus dan bertahun-tahun, tidak mendapat perhatian pemerintah RI," kata Imran lagi.

Itu bisa terjadi, menurut ia, karena sudah 65 Tahun RI merdeka, warga Indonesia yang tinggal di kawasan perbatasan belum menikmati "indahnya kemerdekaan", seperti halnya saudara-saudara mereka yang tinggal di negera tetangga.

"Untuk itu, jika pemerintah tidak mau kehilangan kawasan perbatasan, mesti memperhatikan secara serius pembangunan di perbatasan," katanya.

Ia mengingatkan, banyak hal yang sudah dikuasai negara Malaysia di kawasan perbatasan, secara ekonomi 90 persen barang produksi Malaysia. Begitu pula bagi masyarakat yang mencari pekerjaan dan menjual hasil pertanian juga ke pasar negara Malaysia.

Sedangkan informasi, baik televisi, radio maupun lainnya, aksesnya juga ke Malaysia. "Artinya, warga perbatasan cenderung lebih kenal dengan negara tetangga, ketimbang negaranya sendiri," kata kepala desa tersebut.

Ia mengatakan, masalah itu bisa terjadi karena kurangnya perhatian pemerintah dalam berbagai hal di kawasan perbatasan. Sehingga, membuat masyarakat jauh tertinggal dan terisolir.

Menurut ia, jika melihat persoalan itu, kawasan perbatasan yang disebut sebagai wajah NKRI, mesti segera dibangun. "Perbedaan antara warga Indonesia dengan warga Malaysia sangat kentara, ibarat siang dan malam. Sementara adat istiadat, hubungan darah dan persaudaraannya masih sangat kental," jelasnya.

Ia mengatakan, jangan sampai rasa nasionalisme dan kecintaan warga perbatasan terhadap NKRI memudar, hanya gara-gara tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sementara mereka sudah berjuang habis-habisan membela kedaulatan NKRI saat melawan para penjajah dan Paraku.

Sementara Camat Entikong Ignatius Irianti menjelaskan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi krisis kepercayaan dari masyarakat yang ada di tapal batas Indonesia - Malaysia, apabila pemerintah pusat tidak mencurahkan perhatian yang serius terhadap permasalahan yang terjadi.

Ia mengatakan selaku kepala wilayah di Kecamatan Entikong, sering memberikan masukan maupun saran kepada pejabat yang melakukan kunjungan ke tapal batas.

Bahkan beberapa waktu lalu, dirinya menjelaskan permasalahan yang ada di perbatasan kepada Komisi I DPR RI, agar permasalahan perbatasan bisa dicarikan solusinya. Baik dari segi peningkatan infrastruktur, ekonomi, pertahananan maupun sosial budaya.

"Kita harapkan apa yang telah dibicarakan dengan pejabat pusat bisa membawa angin segar bagi daerah perbatasan," ujarnya. (ANT170/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010