Accra (ANTARA) - Keributan terjadi di kantor parlemen Ghana pada Senin saat para anggota parlemen memperdebatkan perpajakan yang diajukan untuk transaksi elektronik, di mana suara dewan perwakilan rakyat terpecah.

Pungutan elektronik sebesar 1,75 persen, yang akan mencakup pajak terhadap pembayaran uang pada perangkat mobile, telah ditolak keras oleh oposisi sejak diajukan untuk pertama kalinya pada bulan lalu. Hal tersebut pun menjadi hambatan bagi penyetujuan anggaran nasional.

Para anggota parlemen menyerbu bagian depan ruang sidang usai Ketua DPR Alban Bagbin menyarankan agar perdebatan dan pengambilan suara terkait pajak tersebut dilakukan di bawah prosedur ‘urgensi’ yang dipercepat.

Menteri Keuangan Ken Ofori-Artta mengatakan bahwa pungutan tersebut akan memperluas cakupan pajak dan memberikan peningkatan sebesar 6,9 miliar cedi Ghana pada tahun 2022.

Namun proposalnya disambut dengan sorakan dan ejekan di parlemen saat pertama kali diumumkan.

Mereka yang menolak pungutan itu mengatakan hal tersebut akan membawa dampak yang timpang bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan mereka yang berada di luar sistem perbankan formal dan bergantung pada transfer uang melalui perangkat, mengurangi aktivitas ekonomi secara keseluruhan.

Ofori-Artta menjanjikan untuk mengadakan diskusi lebih lanjut dengan para pemangku kepentingan terkait kebijakan pemungutan tersebut.

Pemungutan suara terkait apakah hal tersebut akan berlanjut dengan prosedur urgensi akan dilanjutkan pada Selasa waktu setempat.

Sumber: Reuters
Baca juga: Parlemen Ghana ditutup usai belasan anggota dewan terinfeksi COVID-19
Baca juga: Stevie Wonder berencana pindah ke Ghana demi keluarga
Baca juga: Ghana jalani pemilu kala para kandidat tawarkan solusi dari krisis

Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Atman Ahdiat
COPYRIGHT © ANTARA 2021