Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Taiwan berjanji memberikan perlindungan maksimal terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan mendirikan layanan (counter) khusus di Bandara Internasionalnya, dimana TKI harus melalui counter khusus tersebut sebelum dijemput majikannya. "Taiwan melalui Menteri Tenaga Kerjanya, Lee Ying Yuan memberlakukan peraturan TKA (termasuk TKI) harus dijemput langsung oleh majikan atau kuasa majikannya di counter tersebut dan saat habis kontrak juga harus diantar ketempat tersebut, untuk lebih meningkatkan perlindungan bagi TKA," kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Asia Pasific, Anton Sihombing, di Jakarta, Minggu. Anton yang menghadiri peresmian counter TKA tersebut pada 16 Januari lalu menyambut baik kebijakan pemerintah Taiwan itu karena TKI yang saat ini jumlahnya mencapai 43.900 orang sejak penempatan ke Taiwan kembali dibuka pada Maret 2005 tersebut lebih terlindungi dan terbebas dari para calo. Kebijakan tersebut, kata Anton, juga bisa meminimalisasi jumlah TKI yang kabur dari majikan. "Mereka yang kabur datanya bisa segera diketahui, mengingat proses data sudah dilakukan sejak tiba di counter tersebut. Dan ketika tertangkap, mereka akan segera dipulangkan ke Indonesia," ujarnya. Ketika di Taiwan, Anton yang didampingi Penasehat Ajaspac Ismail Sumaryo, Anung Sudarto dan Sekjen Suhardi juga sempat meresmikan pembentukan Perwakilan Luar Negeri (Perwalu) Ajaspac di Taiwan. Bekerjasama dengan Kamar Dagang Indonesia di Taiwan, Perwalu akan menampung semua permasalahan TKI di Taiwan dan memberikan bantuan hukum jika diperlukan. "Lembaga ini untuk memberikan perlindungan dan mengatasi semua permasalahan TKI yang di Taiwan mendapat gaji 16.000 NT atau Rp5 juta per bulan. Lembaga ini tidak berorientasi bisnis," kata Anton yang juga akan segera membentuk Perwalu di Malaysia dan Singapura. Di sisi lain, dia menyoroti mekanisme penempatan TKI dengan menggunakan kredit dari China Truss Bank sebesar 49.000 NT per TKI. Menurut dia, banyak keluhan dari agen tenaga kerja setempat yang masuk ke Ajaspac. Masalahnya, bank tersebut menentukan bunga flat sebesar 19 persen. Bagi PJTKI sendiri juga terasa berat, karena saat pencairan biaya penempatan, pihak bank menahan dana PJTKI sebesar 20 persen. "Kalau potongan ini tidak segera dihapus, maka banyak PJTKI dalam negeri tidak bisa menempatkan kembali TKI ke Taiwan akibat dananya ditahan pihak bank. Kami juga berharap pemerintah segera menentukan bank pemberi kredit lain agar terjadi persaingan pasar yang sehat," kata Anton. Keluhan lain yang disampaikan agen setempat adalah masalah birokrasi penempatan TKI di Indonesia agar lebih dipermudah, yakni sejak proses rekrut, pelatihan hingga penempatan, sehingga kuota yang dibutuhkan Taiwan cepat terpenuhi. Selain itu, mereka berharap terjadi peningkatan kualitas keterampilan dan bahasa TKI yang akan bekerja sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) dan di industri. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006