Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif meyakini bahwa industri makanan yang menggunakan minyak goreng sawit (MGS) tidak memakai minyak goreng yang diperoleh dari kebijakan Domestic Market Obligation (DMO).

“Kami meyakini industri makanan pengguna MGS tidak memakai MGS hasil DMO,” ujar Febri lewat keterangannya diterima di Jakarta, Kamis.

Febri mengatakan, masalah kekosongan pasar MGS merupakan akumulasi dari permasalahan persediaan atau stok MGS sejak bulan Desember 2021, termasuk terjadinya rush buying pada pertengahan Januari 2022.

Hal itu diperkirakan berkontribusi pada kelangkaan MGS di pasar, meskipun pada beberapa minggu terakhir dilakukan tambahan pasokan MGS ke masyarakat hasil perolehan DMO.

Menurut data Kemenperin, realisasi produksi MGS 2021 mencapai 20,22 juta ton digunakan untuk memenuhi dalam negeri sebesar 5,07 juta ton (25,07 persen) dan sisanya sebesar 15,55 juta ton (74,93 persen) untuk tujuan ekspor.

“Dengan angka produksi demikian, kemampuan pasok industri MGS jauh di atas kebutuhan dalam negeri dan menciptakan penerimaan devisa negara yang sangat besar,” ujar Febri.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, kebutuhan minyak goreng sawit (MGS) nasional tahun 2021 sebesar 5,07 juta ton, terdiri dari kebutuhan curah industri sebesar 1,62 juta ton (32 persen), curah rumah tangga 2,12 juta ton (42 persen), kemasan sederhana 0,21 juta ton (4 persen), dan kemasan premium 1,11 juta ton (22 persen).

Pemenuhan kebutuhan MGS curah sebesar 1,62 juta ton untuk industri makanan pengguna bahan baku dan/atau bahan penolong MGS kecil kemungkinan menggunakan MGS curah hasil DMO karena biasanya disuplai oleh pabrik MGS milik grupnya dengan harga pasar atau membeli dari pabrik MGS dengan mekanisme Business to Business (B2B).

Ketua Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman menambahkan, industri makanan dan minuman berkomitmen untuk menggunakan Minyak Goreng Sawit (MGS) yang sesuai dengan peruntukannya.

Lebih lanjut, Adhi menjelaskan, industri makanan yang membutuhkan MGS sebagai bahan baku atau bahan penolong, seperti industri mi instan, industri makanan ringan, dan industri ikan dalam kaleng, membeli MGS dengan mekanisme B2B dengan harga pasar.

“Khusus untuk industri makanan skala UMKM dan/atau IKM masih diperbolehkan membeli MGS dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sesuai Pasal 4 ayat (2) Permendag No. 6 Tahun 2022 tentang Penetapan HET MGS,” ujarnya.

Baca juga: Badan Pangan Nasional akan bantu jaga stabilitas harga minyak goreng
Baca juga: Mendag naikkan DMO minyak goreng jadi 30 persen
Baca juga: Menperin dorong CPO diolah jadi produk lebih bernilai tambah

 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Biqwanto Situmorang
COPYRIGHT © ANTARA 2022