Jakarta (ANTARA) - Raden Ajeng (RA) Kartini adalah sosok yang sangat berjasa bagi wanita Indonesia.

Hal itu karena ia merupakan inspirasi kebangkitan bagi wanita Indonesia dalam dunia kependidikan.

Kegigihan perjuangan seorang wanita agaknya ternyata tidak hanya dilakukan oleh Kartini.

Tokoh masyarakat Pulau Sabira, Hj Hartuti, di Kelurahan Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara sejak lama juga melakukan kegiatan serupa.

Kegiatannya terkait dengan kemajuan dunia kependidikan di lokasi yang jauh dan sulit terjangkau pada masa itu.

Menurut Hartuti, pada 2008 dirinya ditetapkan sebagai Kepala Sekolah Satuan PAUD Sejenis (SPS) Bina Keluarga Balita (BKB)  Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Bawal Pulau Sabira, RT 01/ RW 03, Kelurahan Pulau Harapan.

Waktu itu karena tidak ada guru, ibu-ibu penggerak pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) pun diajaknya ikut mengajar, menjadi guru PAUD.

Bukan tanpa alasan, Hartuti mengajak ibu-ibu PKK untuk mengajar dan menjadi guru PAUD.

Semua itu dilakukan untuk terwujudnya sekolah bagi anak-anak di Pulau Sabira.

"Gaji guru PAUD itu awalnya dari kelurahan Rp200 ribu untuk satu guru. Namun, beberapa tahun kemudian kelurahan tidak mengeluarkan honor," katanya.

Baca juga: Hardiknas angkat tema pemulihan dan Merdeka Belajar

Inspirasi Hartuti
Menurut Hartuti, kebetulan saat itu dirinya menjabat Ketua RW sehingga jika mendapatkan honor pada aneka kegiatan, dirinya berbagi kepada empat orang guru PAUD.

Wanita yang memiliki enam orang anak, dua lelaki dan empat orang perempuan itu menceritakan, selain gaji untuk honor para guru PAUD, dirinya juga membelikan seragam untuk guru.

Kemudian, waktu pertama untuk anak-anak seragam sekolah ditetapkan harus membayar sekian, ia gratiskan.

"Jadi prinsip saya, yang terpenting anak-anak itu bisa mendapatkan pendidikan, dari pada mereka lebih banyak bermain. Dari isi hati saya yang mendalam itu, ingin membantu," tuturnya.

Selanjutnya pada 2021, Hartuti mengundurkan diri sebagai Kepala Sekolah SPS BKB PAUD Bawal Pulau Sabira karena mendapat informasi bahwa kepala sekolah harus dijabat oleh seorang pegawai negeri.
 
Tokoh masyarakat Pulau Sabira, Hartuti. ANTARA/HO-Kominfotik Kepulauan Seribu

Kendati sudah berpuluh tahun mengajar dan juga sebagai perintis, bahkan sosok yang dihormati dan disegani di Pulau Sabira, karirnya sebagai kepala sekolah kandas di sana.

Namun, kiprah Hartuti masih terus menginspirasi dunia kependidikan di Kepulauan Seribu.

Bahkan kata Hartuti, kini guru PAUD sudah mendapatkan honor yang lumayan.

"Saya mengundurkan diri, karena saya udah sepuh dan saya ikhlas. Juga karena tidak memiliki pendidikan sebagai guru," tutupnya.

Camat Kepulauan Seribu Utara Ismail mengatakan Ibu Hartuti adalah tokoh wanita Pulau Sabira yang selama ini mendedikasikan dirinya untuk kesejahteraan dan kemajuan masyarakat di sana.

Baca juga: Presiden ingatkan pendidikan tak boleh terabaikan dalam situasi apapun

Beliau sudah berpuluh tahun menjadi perintis, bahkan bermukim di Pulau Sabira.

Sosok Ibu Hartuti sendiri ditetapkan sebagai salah satu tokoh inspiratif peraih Ibu Ibu Kota Awards untuk kategori Bidang Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga yang digelar di Senayan City, Jakarta Selatan, 20 Desember 2019.

Menurut Ismail, ibu Hartuti merupakan sosok yang penuh dedikasi bagi masyarakat Pulau Sabira. Ia berharap ke depan akan lahir sosok-sosok berdedikasi lainnya untuk mendorong kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Pulau Sabira.

"Mudah-mudahan ke depan akan tumbuh ribuan ibu Hartuti di Pulau Seribu untuk bersama-sama kita bangun wilayah Kepulauan Seribu," kata Ismail.

Peringatan Hari Pendidikan Nasional, termasuk di Kepulauan Seribu sebenarnya setiap 2 Mei, tetapi karena tanggal itu bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, maka agendanya diperingati Jumat, 13 Mei 2022.

Tempat belajar
Saat gaung Hari Pendidikan Nasional tahun ini, agaknya tempat pendidikan primer seperti SPS BKB Paud menjadi sangat strategis bagi proses pembentukan karakter anak didik.

Tentu, tidak melupakan peran keluarga dan kehidupan langsung di masyarakat.

Menghadirkan sosok guru di tiga tempat pendidikan itu, adalah visi dan misi dari program merdeka belajar yang diusung pemerintah.

Masyarakat hendaknya belajar dari sosok Hartuti, dalam menggalang pendidikan di tempat ketiga.

Baca juga: Peneliti sebut kualitas guru beri pengaruh pada fondasi pendidikan

"Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung" barangkali dapat menjadi pepatah yang tepat bagi masyarakat yang mau menginspirasi banyak orang di sektor kependidikan seperti Ibu Hartuti di Pulau Sabira.

Para pendidik harus dapat mengubah pola pendidikan seiring dengan perkembangan zaman.

Saat ini, sedang zamannya teknologi digital.

Kalau Indonesia mau menjadi negara ekonomi nomor tujuh di dunia, maka kita harus mencetak sembilan juta talenta digital dan dua juta kepemimpinan digital.

Siswa dikatakan memenuhi syarat sebagai talenta digital, yang pertama dia harus memiliki pengetahuan (knowledge) memadai, atau memadai dari sisi kognitif.

Itu bisa dilihat dari berapa banyak jumlah bacaan di masyarakat. Apakah lebih cenderung mempelajari banyak hal ketimbang fokus pada satu isu yakni perkembangan teknologi digital?

Kemudian pengetahuan memadai dari sisi afektif, bagaimana penghayatan siswa terhadap konsep digital itu? Barulah kemudian nilai praktis yang disebut psikomotorik.
 
Sejumlah anak PAUD mengunjungi Pojok Baca Digital (POCADI) di Kantor Wali Kota Jakarta Utara pada Kamis (18/11/2021). ANTARA/HO-Kominfotik Jakarta Utara

Talenta digital
Jadi, seorang siswa dikatakan memenuhi syarat sebagai talenta digital kalau pengetahuannya cukup, penghayatan terhadap ilmunya bagus, dan praktiknya dalam merealisasikan sesuatu yang dia pikirkan itu bisa terjadi.

Seorang guru hanya menyiapkan bahan-bahan ajar dan menyiapkan jawaban tentang apa yang terpikir oleh siswa.

Ketika mahasiswa bertanya, dia harus punya jawabannya.

Baca juga: Pengamat dorong Indonesia kejar ketertinggalan pendidikan teknologi

Seperti kalau bertanya tentang apa di Google, itu ada. Itu sama. Masyarakat bisa menerapkan fungsinya di dalam kehidupan bermasyarakatnya seperti itu untuk mendidik anak-anak menjadi generasi berpengetahuan digital di masa depan.

Siapa saja, dari mana saja, dan kapan saja. Dengan perangkat (device) apa saja. Tidak ada lagi batasan ruang dan waktu.

Ini menjawab tantangan pembelajaran daerah kepulauan di Indonesia.

Tidak perlu datang ke ruangan sekolah, kampus, apabila hanya ingin belajar. Karena justru ruangan sekolah yang mendatangi siswanya yang ingin belajar sesuatu di masyarakat

Sementara pemerintah berperan membuat kebijakan yang menghasilkan masyarakat yang aktif mencerdaskan bangsa.

Pemerintah ibarat piston pada mesin, yang menciptakan gerakan bagi rakyatnya agar pendidikan bisa didapat dari mana saja dan kapan saja.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Edy Sujatmiko
COPYRIGHT © ANTARA 2022