Jakarta (ANTARA) - Maarif Institute meluncurkan tiga buku karya Ahmad Syafii Maarif atau akrab disapa Buya Syafii di Bentara Budaya, Jakarta, Kamis.

Berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, tiga buku karya Buya Syafii itu masing-masing berjudul "Bulir-bulir Refleksi Sang Mujahid"; "Indonesia Jelang Satu Abad, Refleksi tentang Keumatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan", dan "Al-Quran Untuk Tuhan Atau Untuk Manusia?"

Dalam acara peluncuran yang juga diikuti dengan sesi diskusi, Direktur Eksekutif Maarif Institute Abdul Rohim Ghazali menyampaikan penerbitan tiga buku karya Buya Syafii itu merupakan wujud usaha keras untuk merekam riwayat intelektualisme Buya Syafii yang selama ini berkembang di ruang publik.

Dengan demikian, lanjut Rohim, kehadiran ketiga buku yang berisi pemikiran-pemikiran Buya Syafii yang sempat tercecer di beberapa media itu, saat ini sudah bisa dibaca oleh masyarakat dan diharapkan mampu memperkaya khazanah Islam Indonesia.

Ia lalu menyampaikan terima kasih kepada para penerbit yang telah menerbitkan kumpulan karya tulis Buya Syafii.

"Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada penerbit, Kompas, Mizan, dan Suara Muhammadiyah yang dengan tulus menerbitkan kumpulan karya tulis Buya Syafii sehingga kini sudah bisa dinikmati oleh anak bangsa," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Rohim juga menyampaikan apresiasi terhadap pemikiran-pemikiran kritis Buya Syafii mengenai isu-isu keislaman, kebangsaan, kemanusiaan, kebinekaan, dan keadilan sosial.

Selanjutnya dalam sesi diskusi, tokoh perempuan Muslim Musdah Mulia mengucapkan selamat atas terbitnya tiga buku Buya Syafii.

Musdah menilai buku-buku tersebut layak untuk dibaca oleh seluruh masyarakat, tidak hanya mereka yang tertarik dengan masa depan dunia Islam, tetapi juga setiap orang yang peduli dengan masa depan kemanusiaan.

Dalam pandangannya, Buya Syafii merupakan sosok yang berani dan mengungkapkan pendapat secara kritis, objektif, serta jernih. Sosok seperti itu, menurutnya, dibutuhkan oleh bangsa Indonesia sekarang ini.

Musdah juga menambahkan bahwa Buya Syafii merupakan tokoh yang sangat memberikan perhatian penuh serta penghormatan setinggi-tingginya pada kaum perempuan.

"Meskipun Buya Syafii tidak menulis hal-hal yang lebih spesifik tentang isu-isu kesetaraan dan keadilan gender, isu feminisme, bagi saya cukup dua hal, yakni Buya tidak melakukan poligami dan tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan, baik di ruang domestik maupun ruang publik," ujarnya.

Narasumber lainnya, yakni Ketua Umum Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS) Ade Armando berpendapat peluncuran tiga buku tersebut bernilai penting untuk menyosialisasikan dan melanjutkan pemikiran Buya Syafii Maarif dalam konteks keindonesiaan.

Ia menilai buku yang memuat isu-isu keislaman, kebangsaan, kemanusiaan, dan pengalaman bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa itu patut untuk dijadikan bahan refleksi oleh masyarakat di Tanah Air.

"Semoga buku ini bisa menyebarkan pemikiran Islam yang inklusif, toleran, moderat, serta berpihak pada kemanusiaan, kenegaraan serta keindonesiaan, utamanya di kalangan anak-anak muda milenial," ujar Ade.

Selain Musdah dan Ade Armando, diskusi buka itu dihadiri pula sejumlah narasumber, yakni wartawan senior Budiman Tanuredjo dan dosen Universitas Paramadina Putut Widjanarko, serta dipandu moderator Direktur Program Maarif Institute Moh. Shofan.

Peluncuran dan diskusi buku yang diselenggarakan oleh Maarif Institute serta PIS ini dihadiri sekitar 100 orang. Acara tersebut juga merupakan rangkaian kegiatan dari Festival Pemikiran Ahmad Syafii Maarif yang berlangsung hingga Juni 2023 mendatang.

Festival Pemikiran Ahmad Syafii Maarif merupakan rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk merawat dan menyebarluaskan warisan Pemikiran Buya Syafii.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Didik Kusbiantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2022