Moskow (ANTARA) - Rubel jatuh ke level terendah hampir satu bulan melewati 71 terhadap dolar AS pada awal perdagangan Selasa, sebelum melakukan pemulihan marjinal karena Rusia melipatgandakan penjualan mata uang asing hariannya, sehari setelah membukukan defisit anggaran yang melebar untuk Januari.

Pada pukul 07.17 GMT, rubel menguat 0,2 persen terhadap dolar di 70,84, sebelumnya menyentuh 71,2475, level terlemah sejak 9 Januari.

Mata uang Rusia juga naik 0,4 persen menjadi diperdagangkan pada 76,01 versus euro dan menguat 0,1 persen terhadap yuan menjadi diperdagangkan pada 10,41.

Peningkatan penjualan yuan China akan mendukung rubel, tetapi akan tetap dalam tren penurunan moderat, kata Alor Broker dalam sebuah catatan.

Rusia berencana menjual mata uang asing senilai 8,9 miliar rubel (125,62 juta dolar AS) per hari mulai Selasa, meningkat hampir tiga kali lipat dari bulan sebelumnya, mengkompensasi pendapatan minyak dan gas yang lebih rendah.

Pendapatan energi yang merosot dan melonjaknya pengeluaran mendorong anggaran federal Rusia menjadi defisit sekitar 25 miliar dolar AS pada Januari, karena sanksi dan biaya operasi militer Moskow di Ukraina mencekik prospek ekonomi. Pendapatan minyak dan gas Januari turun 46,4 persen tahun-ke-tahun.

Negara-negara Uni Eropa pekan lalu sepakat untuk menetapkan batas harga 100 dolar AS per barel untuk produk yang diperdagangkan dengan harga premium terutama solar terhadap minyak mentah, dan 45 dolar AS per barel untuk produk yang diperdagangkan dengan harga diskon, seperti bahan bakar minyak dan nafta.

Minyak mentah Brent, patokan global untuk ekspor utama Rusia, naik 1,4 persen menjadi 82,1 dolar AS per barel.

Indeks saham Rusia lebih tinggi. Indeks MOEX Rusia berbasis rubel naik 0,3 persen menjadi diperdagangkan di 2.278,1 poin, angka tertinggi sejak pertengahan September. Indeks RTS berdenominasi dolar naik 0,6 persen menjadi diperdagangkan di 1.013,1 poin.

Para analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan bank sentral Rusia akan mempertahankan suku bunga utamanya di 7,5 persen pada Jumat (10/2/2023), tetapi memberikan sinyal yang lebih hawkish ke pasar.

"Sangat mungkin retorikanya akan agak diperketat, karena faktor pro inflasi tampaknya semakin intensif," kata Artem Arkhipov, kepala penelitian ekonomi makro dan analisis strategis di UniCredit.


Baca juga: Rubel Rusia pulih setelah dekati terendah satu bulan terhadap dolar
Baca juga: Barat terapkan batas harga minyak, Rusia akan lindungi kepentingannya
Baca juga: Amerika Serikat pertimbangkan tarif 200 persen untuk aluminium Rusia

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
COPYRIGHT © ANTARA 2023