Jakarta (ANTARA) -
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti sependapat dengan Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperapi) Jawa Timur tentang perlunya ada batasan dan standar yang jelas mengenai biaya perizinan pameran.

"Tentu agar ada kepastian bagi penyelenggara terkait biaya yang harus dikeluarkan oleh mereka. Jangan mempersulit dan memberatkan industri," kata LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Apalagi, lanjut dia, kegiatan pameran melibatkan banyak rakyat. Sektor pariwisata juga terangkat jika pameran berjalan dan banyak, serta keterisian hotel juga baik.

"Jadi, saya akan dorong ini," kata LaNyalla.

Dia menilai Asperapi sejauh ini berkontribusi terhadap laju perputaran perekonomian di daerah. Oleh karena itu, sudah sepatutnya pemerintah memberikan perhatian serius terhadap persoalan yang dihadapi Asperapi.

Menurut LaNyalla, kontribusi positif jangan dihambat oleh tangan-tangan jahat. Pameran merupakan suatu sarana yang efektif untuk tujuan promosi, baik itu produk tertentu, sosialisasi program perusahaan, maupun informasi tentang keunggulan suatu produk kepada masyarakat sekaligus sebagai upaya meningkatkan penetrasi pasar.

"Jadi, goal-nya pergerakan ekonomi rakyat. Saya dulu juga berkarier di dunia pameran, jadi sudahlah, sekarang yang baik-baik saja kalau urusan rakyat itu. Pameran itu untuk menggerakkan ekonomi rakyat Indonesia yang kita cintai ini," ucapnya.

Sebelumnya, pengurus Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperapi) Jawa Timur mengeluhkan tidak adanya standar biaya perizinan pameran.

Hal itu disampaikan saat jajaran pengurus Asperapi bertemu Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti yang sedang melakukan agenda reses di Jawa Timur, Sabtu (4/3).

Kepada LaNyalla, Ketua Asperapi Jawa Timur Yusuf Karim Ungsi berharap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, menerbitkan standar harga perizinan untuk menggelar pameran.

"Semua unsur pentahelix terkait harus kolaborasi, Kemenparekraf sebagai leading sector-nya menentukan standar biaya. Itu karena selama ini belum ada standar harga yang ditetapkan. Jadi, masing-masing daerah berbeda," kata dja.

Oleh karena itu, pihaknya berharap ada standar yang pasti mengenai biaya perizinan pameran, bukan dikeluarkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Yusuf berharap LaNyalla dapat memperjuangkan aspirasi lembaganya karena selama ini biaya perizinan pameran tidak memiliki basis yang jelas standar pembiayaannya.

"Biaya perizinan itu tak jelas standar itemnya apa. Artinya rujukannya kemana. Sehingga, biaya perizinan pameran di satu kota dan kota lainnya di Jawa Timur ini bisa berbeda-beda," kata Yusuf.

Apalagi, selama ini setiap kali berurusan dengan biaya perizinan seringkali dihadapkan pada orang-perorangan yang tentu saja standar biaya perizinannya akan berbeda-beda.

"Maka harus ada batasan-batasan yang jelas dengan standar yang juga jelas. Jadi jelas kami harus berurusan dengan siapa, bukan orang perorangan saja," ucap Yusuf.

Menurut Yusuf, perbaikan saat ini merupakan momentum tepat kebangkitan pariwisata di Indonesia. "Ini adalah momentum kebangkitan pariwisata nasional secara menyeluruh. Tak hanya soal pameran, tapi juga meeting, incentive, convention, exhibition (MICE) dan juga konser-konser musik. Harus ada standar biaya yang jelas," ujarnya.
 

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Didik Kusbiantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2023