Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) saat ini tengah menyiapkan site tempat penyimpanan akhir atau disposal radioaktif untuk limbah tingkat rendah maupun tingkat sedang di Indonesia.

"Limbah radioaktif ini perlu mendapat perhatian khusus. Jangan sampai kita menyiapkan fasilitas baik itu fasilitas reaktor, fasilitas radiofarmaka, tetapi terlambat penyiapan fasilitas pengelolaan limbahnya," kata Kepala Pusat Riset Teknologi Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif BRIN, Syaiful Bakhri, dalam pernyataan yang dikutip di Jakarta, Senin.
 
BRIN menyatakan pemanfaatan teknologi nuklir di berbagai bidang dapat menghasilkan limbah radioaktif dalam rentang radioaktivitas yang beragam.
 
Pengelolaan dan penyimpanan limbah radioaktif harus memenuhi ketentuan keselamatan, keamanan, dan garda aman serta perizinan yang menyertainya.
 
BRIN sebagai satu-satunya lembaga yang melakukan kegiatan pengelolaan limbah radioaktif sangat memperhatikan hal tersebut.
 
Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN, Rohadi Awaludin, mengatakan Indonesia perlu menyiapkan diri termasuk di bidang limbah seiring dengan pemanfaatan nuklir yang semakin luas di Indonesia serta di pastikan aspek keselamatan dan keamanan limbahnya dapat terkelola dengan baik.
 
"Diperlukan kesiapan dalam mengelola limbah radioaktif di Tanah Air untuk mendukung pemanfaatan nuklir bagi kesejahteraan di berbagai bidang," kata Rohadi.

Baca juga: BRIN dan ITK jajaki kerja sama pemanfaatan limbah radioaktif

Baca juga: BRIN mampu kelola limbah radioaktif dengan baik

 
Sementara itu, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif BRIN, Budi Setiawan, menjelaskan bahwa limbah radioaktif di Indonesia dapat berasal dari kegiatan litbang, rumah sakit, dan industri serta operasi reaktor riset.
 
Limbah itu diolah dalam fasilitas pengolahan, evaporasi, kompaksi insinerasi dan chemical treatment. Setelah dilakukan sementasi, limbah tersebut disimpan dahulu dalam fasilitas internal storage sebelum dikirim ke fasilitas disposal jika fasilitas telah ada.
 
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa fasilitas penyimpanan disposal sebagai bagian akhir dari pengelolaan limbah radioaktif yang ditujukan untuk mengisolasi limbah, sehingga tidak terjadi paparan radiasi terhadap manusia dan lingkungan.
 
"Dalam menyiapkan fasilitas disposal perlu dipersiapkan tiga komponen yaitu limbah, site dan desain," kata Budi.
 
Tahapan pencarian lokasi dilakukan dengan menentukan kriteria penolak dan kriteria pembanding untuk menentukan tapak atau wilayah potensial. Kriteria penolak terdiri dari unsur teknis dan non teknis, yaitu aspek geologi dan non geologi.
 
Kemudian, dilakukan evaluasi secara geoteknik untuk mengetahui susunan atau lapisan di bawah permukaan dari lokasi calon tapak disposal. Setelah tapak terpilih berhasil diperoleh, maka dilakukan tahap kegiatan desain.
 
Sebelum melakukan kegiatan desain konstruksi disposal, maka dikaji dahulu aspek keselamatannya dengan bantuan software.
 
Budi menerangkan bahwa hasil yang diperoleh tersebut kemudian diinterpretasikan dan dibandingkan dengan kriteria dari Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) tentang peraturan nilai batas dosis dari radioaktivitas lingkungan yang diizinkan oleh Bapeten agar fasilitas disposal yang diusulkan aman terhadap lingkungan.
 
Adapun lokus kegiatan yang pernah dilakukan adalah di Kepulauan Maslembu, semenanjung Muria,Pulau Jawa, Kepulauan Bangka Belitung, dan SP-4 Kawasan Nuklir Serpong.
 
Saat ini terdapat empat tantangan penyiapan fasilitas disposal radioaktif tingkat rendah dan sedang di Indonesia, yaitu kegiatan non-PLTN, aspek non-teknis, pengelolaan limbah TENORM serta aging dan gap pengetahuan antar peneliti.

Baca juga: Komunitas internasional khawatirkan rencana Jepang buang air limbah radioaktif

Baca juga: BRIN sasar inovasi sistem pemantauan radioaktif hingga teknologi PLTN

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2023