Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa pemerintah perlu memperhatikan kesehatan mental setiap jiwa yang hidup di Indonesia, bila ingin mewujudkan penduduk berkualitas di masa depan.

“Kondisi ini harus segera diatasi. Sehingga, pada 2045 bangsa ini bisa keluar dari jebakan negara middle income. Untuk itu, perkuatan harus dilakukan mulai dari keluarga, kualitas sumber daya manusia menjadi keprihatinan serius. Karenanya, pembangunan keluarga menjadi fondasi tercapainya kemajuan bangsa,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu.

Dalam audiensi bersama Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) di Kantor BKKBN Pusat pada Selasa (6/6), Hasto menyoroti jika peningkatan kualitas sumber daya manusia, tidak bisa hanya dipatokkan pada perbaikan kesehatan fisik saja.

Baca juga: Bappenas memfokuskan penurunan stunting di 12 provinsi prioritas

Baca juga: Wakil Ketua MPR minta penguatan kesehatan jasmani-mental generasi muda

Namun, juga perlu memperhatikan kestabilan mental generasi penerus, mengingat di tahun 2019, jumlah penderita gangguan mental emosional sudah mencapai 9,8 persen. Dalam data yang dimiliki BKKBN, tujuh dari 1.000 orang dinyatakan sebagai Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Sementara pengguna NAPZA sebanyak 5,1 persen dan penyandang difabel atau autisme 4,1 persen. Belum lagi bila melihat angka kawin-cerai dalam keluarga Indonesia, trennya terpantau terus meningkat sepanjang periode 2013-2018.

“Data tahun 2021, angka perceraian yang inkrah mencapai 581.000 kasus, sementara yang masih berproses sekitar 800.000 kasus. Penyebab utama perceraian didominasi persoalan ego, bukan perselingkuhan,” ujarnya.

Sedangkan terkait masalah stunting, ia mengaku optimistis jika angka prevalensi stunting yang kini masih 21,6 persen akan turun menjadi 14 persen. BKKBN terus melakukan pemutakhiran pendataan keluarga yang disusun secara rill by name by address di lapangan setiap tahunnya,

“Data BKKBN ini lebih hidup lagi kalau digunakan untuk penelitian,” katanya.

Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Ma'mun Murod Al-Barbasy menambahkan penyebab stunting tidak hanya berkaitan dengan kekurangan gizi, tapi juga pola asuh dan kondisi lingkungan yang tidak terjaga dengan baik.

Baca juga: BKKBN: Program kesehatan mental di posyandu bermanfaat tekan stunting

Baca juga: Kepala BKKBN: TPK dan PKB saling berdampingan atasi stunting


Hal ini melandasi kerja sama pihaknya dengan BKKBN untuk terlibat mengentaskan stunting melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik stunting. Di lapangan, mahasiswa KKN akan bersinergi dengan Tim Pendamping Keluarga (TPK).

KKN yang diselenggarakan UMJ berlangsung mulai akhir Agustus 2023, dengan cakupan wilayah Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Bogor, serta wilayah Jabodetabek.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
COPYRIGHT © ANTARA 2023