Banda Aceh (ANTARA News) - Puluhan ekor gajah liar kembali mengobrak-abrik pemukiman warga tranmigrasi di pedalaman Kecamatan Simpang Keuramat, Kabupaten Aceh Utara, mengakibatkan empat unit rumah warga hancur. Informasi yang dihimpun di lokasi kejadian sekitar 30 Km dari Lhokseumawe, Kamis, menyebutkan kawanan binatang berbadan besar tersebut masuk ke pemukiman penduduk Kamis dinihari sekitar pukul 02.00 WIB. Munculnya gerombolan binatang berbelalai panjang secara tiba-tiba di malam hari itu membuat warga yang sehari-harinya berkerja sebagai buruh tani di perusahaan perkebunan berlarian menyelamatkan diri. "Warga terpaksa menyelamatkan diri dengan mengungsi ke lokasi yang lebih aman, karena sampai sekarang mereka masih takut akan ada aksi susulan gajah tersebut," kata Mawardi (34), salah seorang karyawan PT. Satia Agung. Gangguan gajah liar, menurut warga, sudah menjadi ancaman serius di kawasan pedalaman Aceh Utara. Hal ini sudah berlangsung lama, yaitu ketika Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) masih didera konflik bersenjata, kehidupan warga pedalaman juga terancam akibat amukan gajah, selain ancaman akibat perang. Kawasan yang telah menjadi korban amukan gajah di Aceh Utara di antaranya, Desa Alue Mbang-Buloh Blang Ara, Kec. Kuta Makmur, Pante Kiro Paya Bakong, Alue Papeun, Kec. Nisam, dan yang terakhir di Kawasan SP-3 Kecamatan Simpang Keuramat. Mawardi menambahkan, selain telah menghancurkan rumah-rumah warga tranmigrasi yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Kota Lhokseumawe, gajah juga ikut merusak puluhan hektar lahan sawit Satia Agung. Ketakutan warga juga diungkapkan oleh Usman Bin Wahab (45). Dia mengaku bersama warga lain di kawasan transmigrasi tersebut masih takut kembali ke rumah mereka yang rawan ganguan gajah. "Kami khawatir gerombolan gajah itu akan kembali mengamuk lagi," ujarnya. Dengan musibah itu, kehidupan para petani setempat yang mulai menikmati perdamaian pasca perjanjian damai RI-GAM, masik diusik dengan amukan gajah liar. Sedangkan untuk mengantisipasi gajah, warga hanya mampu menghalau secara tradisonal seperti dengan menyalakan api obor. Meskipun sangat efektif, menurut pengalaman korban sebelumnya, cara tersebut hanya mampu mengusir gajah dalam jangka waktu beberapa hari, namun kawanan binatang dilindungi itu akan kembali lagi, kata Usman. Sementara itu sebelumnya, Kabag Humas Setdakab Aceh Utara, Azhari Hasan, SH menyatakan, Pemkab Aceh Utara segera menangani masalah gajah liar dengan menyediakan anggaran APBD tahun 2006 senilai Rp200 juta. Akan tetapi sampai sekarang masalah gajah liar yang ditangani Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Aceh Utara belum juga direalisasikan. Namun menanggapi keterlambatan penangulangan gajah liar, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Utara, Ir. Basri, menyatakan keterlambatan bukan terjadi dari pihak dinas, namun itu dari pihak Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Propinsi NAD. Dikatakannya, untuk menangani amukan gajah liar, pihak BKSDA NAD dalam dua hari ini akan segera mendatangkan gajah jinak serta beberapa tim lainya untuk menangkap gajah liar tersebut.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006