Batu (ANTARA News) - Sebanyak 10 perusahaan di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, yang bangunan atau akses jalannya tertutup luapan lumpur panas, mengajukan klaim kerugian ke PT Lapindo Brantas Inc melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jatim. "Kami Jumat lalu sudah mengumpulkan pengusaha yang terkena dampak semburan lumpur. Mereka mengharapkan agar segera ada penggantian dari Lapindo, tentang besarnya masih dihitung," ujar Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jatim, Ir Cipto Budiono di sela-sela peresmian Kantor Samsat Bersama di Batu, Rabu. Sejumlah perusahaan yang melakukan pertemuan dengan Diperindag di antaranya PT Victory Rotanindo, PT Citra Putra Surya, PT Gunung Mas Sentosa Raya, CV Sari Inti Pratama, PT Surya Indonesia, PT Titis Sempurna, PT Prima Vindo Pangan Makmur, CV Airlangga, PT Srikaya Putramas, UD Ima Melindo, CV Karya Kasih Karunia, dan PT Pacific Tretes. "Mereka ada yang terkena dampak langsung, permesinannya tergenang, ada yang semua peralatannya kena, ada yang sebagian dievakuasi, seperti pabrik arloji PT CPS, 75 persen sudah dievakuasi ke Rungkut, dan yang sebagian besar tidak bisa dievakuasi terutama industri-industri makanan," katanya. Kemudian ada perusahaan yang tidak terkena lumpur tetapi akses jalannya terhambat, akhirnya tidak ada aktivitas, sehingga dampaknya sangat besar. Pertama, menyangkut produk itu sendiri seperti rotan dan makanan sudah kontrak dengan buyer luar negeri, akhirnya mereka putus kontrak karena wanprestasi (ingkar janji). Kedua, akses pasar mereka direbut oleh pesaing lainnya, sehingga jangka panjangnya sulit untuk menembus pasar. Ketiga, soal buruhnya, kemudian soal perbankan. "Ada pabrik plastik yang baru dibangun dan sedang mendatangkan mesin dari Eropa, yang masih dalam pengapalan, namun lokasinya sudah tergenang lumpur. Perusahaan seperti ini harus menanggung bunga bank, permesinannya saat datang nanti pasti ada masalah. Problem-problem seperti itu yang menjadi persoalan mereka," katanya. Cipto mengatakan, kerugiannya masih dihitung, karena faktanya bukan hanya mesin yang rusak, tetapi juga soal harganya berapa dan mengenai kehilangan pasar serta kerugian pemutusan kontrak. Sedangkan dari aspek perdagangan, hari pertama hingga ketiga kerugiannya menjadi sangat besar, perusahaan yang memuat di Tanjung Perak terkena closing time 9 jam sebelum berangkat, sehingga harus menghandle produk-produk yang siap ekspor dari Surabaya. "Kemudian kontinuitas pengiriman, buyer di luar negeri tidak bisa menerima pengiriman dalam waktu yang tepat, sehingga terkena klaim. Akses lain kilometer bertambah, waktu bertambah, sehingga ada tambahan Rp200 ribu per kontainer. Solusinya dengan menggunakan Pelabuhan Banyuwangi, tetapi kapasitasnya terbatas untuk produk tertentu," ujarnya. Untuk solusi kedua, yakni kalau pengusaha menggunakan jalur memutar Gempol - Japanan akan mengalami penambahan biaya, juga ada tambahan biaya untuk handling di pelabuhan sebesar Rp200 ribu per kontainer. "Kami akan memfasilitasi agar klaim yang mereka ajukan bisa di atasi Lapindo. Mereka juga meminta agar listrik dan gas yang mati tidak diputus, abonemen ditidurkan, kalau aktif kembali tidak dikenai biaya, dan retribusi pabrik agar dihentikan," demikian Cipto.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006