New York (ANTARA News) - Delegasi Indonesia pada pertemuan PBB mengenai masalah perdagangan dan penyelundupan manusia pekan ini menegaskan perlunya kerjasama di tingkat regional untuk mengatasi isu tersebut. Sulitnya mendapat dukungan regional untuk isu perdagangan manusia sedikit-banyak berpengaruh terhadap upaya nasional dalam memberantas isu ini, demikian pernyataan Delegasi RI pada lokakarya UN Institute for Training and Research (UNITAR), International Organization for Migration (IOM) dan United Nations Population Fund (UNFPA). Dalam lokakarya tersebut dipaparkan peran dari Regional Consultative Processes (RCP) dalam menguatkan kebijakan migrasi internasional, peningkatan koordinasi di kawasan regional dan mendukung kerangka kerja global menjelang Dialog Tingkat Tinggi Migrasi dan Pembangunan Internasional tahun ini. Beberapa program konkret yang dihasilkan RCPs adalah pembentukan jaringan migrasi antarinstansi terkait di tingkat regional, peningkatan dialog dengan negara penerima dan merumuskan kebijakan yang berorientasi kesejahteraan migran. Delegasi RI melalui Andre Omer Siregari dari Perwakilan Tetap RI untuk PBB-New York juga menyampaikan bahwa migrasi internasional merupakan isu kompleks dan membutuhkan kerjasama antarpemerintah yang erat, dukungan komunitas internasional (khususnya dalam pembangunan kapasitas), dan pemberian waktu untuk penerapan kebijakan secara komprehensif. Berkaitan dengan itu, penilaian luar negeri atas upaya Indonesia dalam memerangi perdagangan manusia perlu dikaitkan dengan upaya Pemerintah RI dalam menangani isu migrasi secara komprehensif di tingkat nasional dan regional. Indonesia yang termasuk negara penerima, transit dan tujuan dalam migrasi internasional tersebut juga telah memanfaatkan RCP dalam mengatasi isu-isu terkait, termasuk soal perdagangan manusia. "Penilaian luar negeri atas upaya Indonesia memerangi perdagangan manusia perlu dikaitkan dengan upaya Pemerintah dalam menangani isu migrasi secara komprehensif di tingkat nasional dan regional, kata Andre Omer. Demikian juga Deplu AS dalam laporan mengenai perdagangan manusai tahun 2006 --Indonesia masuk dalam deretan ke-2 negara yang perlu diawasi (watch list)-- seharusnya memberikan perhatian pada kondisi dan upaya Pemerintah di tingkat nasional dan regional, tambahnya. Deplu AS baru-baru ini memublikasikan laporan "Trafficking in Persons 2006" yang antara lain berisi mengenai kinerja negara-negara di dunia dalam mengatasi isu tersebut. Trafficking in Persons itu sendiri termasuk di antaranya kegiatan rekrutmen, pengiriman, dan ekspolitasi tenaga manusia melalui cara-cara kekerasan, pemaksaan, dan penipuan. Indonesia bersama 31 negara lainnya masuk dalam deretan (tier) 2 watch list, yakni negara yang pemerintahannya belum cukup memenuhi standar minimal hukum yang terkait dengan kasus perdagangan manusia, namun tetap ada upaya untuk menenuhinya. Negara lainnya yang masuk dalam tier 2 watch list antara lain Malaysia, Taiwan, India, China, dan Meksiko.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006