Washington (ANTARA) - Mongolia akan mempererat kerja sama dengan Amerika Serikat untuk menambang tanah langka, menurut Perdana Menteri Mongolia L. Oyun-Erdene dalam kunjungan ke Washington, AS, Rabu (2/8).

Namun, ia memperingatkan bahwa "perang dingin yang baru" antara AS dan China akan melukai perekonomian global.

Mongolia memiliki cadangan melimpah tanah langka dan tembaga, yang sangat dibutuhkan untuk pembuatan teknologi canggih termasuk peralatan pertahanan dan untuk upaya Presiden AS Joe Biden mengubah kendaraan menjadi berbahan bakar listrik dalam mencegah perubahan iklim.

Oyun-Erdene kepada Reuters setelah bertemu Wakil Presiden AS Kamala Harris, Rabu, mengatakan ia menyepakati penandatanganan kesepakatan penerbangan sipil "Langit Terbuka" --salah satu butir dalam kerja sama lebih lanjut.

"Kami telah membahas kerja sama potensial dalam menambang tanah langka, mineral penting, termasuk tembaga," kata Oyun-Erdene melalui penerjemah.

Kerja sama dengan AS, yang menyebut Mongolia sebagai "tetangga penting strategis ketiga", untuk tanah langka dan mineral penting telah berjalan dan akan diperdalam melalui nota kesepahaman (MoU), katanya. 

MoU itu ditandatangani pada Juni oleh kementerian pertambangan Mongolia dan Departemen Luar Negeri AS.

Mongolia berharap untuk memiliki hubungan baik dengan negara tetangganya, China, yang mengontrol sebagian besar deposit tanah langka dunia.

Namun, Oyun-Erdene memperingatkan bahwa negara seperti Mongolia, negara daratan yang terkunci di antara China dan Rusia, akan menderita jika persaingan antarnegara super power meledak.

"Saya khawatir Perang Dingin yang baru akan sangat berbeda dan lebih sulit daripada Perang Dingin pertama," katanya, merujuk pada perubahan teknologi yang sangat cepat dan berbagai masalah global --seperti perubahan iklim.

"Kita tidak bisa bertahan jika ada Perang Dingin lagi," katanya.

Oyun-Erdene menyerukan negara-negara besar untuk "lebih bertanggung jawab" dalam menghindarkan "efek negatif yang drastis bagi banyak negara di seluruh dunia, terutama dunia perekonomian".

Ia mengatakan negaranya sedang melangsungkan pembicaraan dengan CEO Tesla Elon Musk mengenai kemungkinan investasi dan kerja sama dalam sektor kendaraan listrik dan luar angkasa, namun ia tidak menjadwalkan bertemu dengan Musk selama kunjungan ini.

Pemimpin Mongolia itu mengatakan ia berencana berkunjung ke California dan bertemu Musk serta para pemimpin  industri teknologi lain dalam kunjungan terpisah, yang belum ditentukan jadwalnya.

Ia mengarahkan perhatian pada minat Musk terhadap Planet Mars, yang ingin diduduki oleh miliarder itu.

"Satu topik menarik yang saya diskusikan dengan Musk adalah Gurun Pasir Gobi di Mongolia, yang memiliki kondisi lingkungan serupa dengan Mars dan saya mendorongnya untuk melakukan penelitian di sana," katanya.

Oyun-Erdene dijadwalkan berkunjung ke badan antariksa AS, NASA, serta bertemu Menteri Luar Negeri Antony Blinken.

Ia menyebut AS sebagai panduan bagi perjalanan demokrasi Mongolia. Ia juga mengatakan pembicaraan yang ia jalankan akan mencakup upaya "mengembangkan nilai-nilai demokratis kami".
 
Mongolia, yang memiliki perbatasan dengan Rusia --musuh AS, menderita akibat invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu, termasuk akibat inflasi harga barang seperti bahan peledak untuk pertambangan, kata Oyun-Erdene.

Pemerintahan Biden memfokuskan untuk mengembangkan hubungan dengan negara-negara di seluruh Asia guna menangkal pertumbuhan kekuasaan China dan apa yang disebut "kemitraan tanpa batas" antara Beijing dan Moskow.

Sumber: Reuters

Baca juga: Industri tambang batu bara di Mongolia Dalam kejar transformasi hijau

Baca juga: Mongolia Dalam laporkan kemajuan dalam pengendalian pasir


 

Mongolia getol tanam pohon demi cegah penggurunan

Pewarta: Arie Novarina
Editor: Tia Mutiasari
COPYRIGHT © ANTARA 2023