Jakarta (ANTARA News) - Anggota Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Market Access Group (MAG) membahas isu akses pasar di Medan, Sumatera Utara pada Sabtu (29/6).

“Kami berupaya mematangkan isu-isu yang menjadi titik berat pada pertemuan sebelumnya, seperti dukungan terhadap sistem perdagangan multilateral, integrasi ekonomi kawasan, serta strategi pertumbuhan APEC,” kata Direktur Kerja Sama APEC Deny W. Kurnia dalam siaran pers yang diterima ANTARA News di Jakarta pada Senin (1/7).

Hal-hal yang dibahas pada pertemuan itu antara lain perdagangan barang remanufaktur, perluasan cakupan produk dan keanggotaan dalam Information Technology Agreement (ITA), peninjauan hasil implementasi program kerja Environmental Goods and Services (EGS), hambatan non tarif, serta Global Data Standards.

Dalam pertemuan tersebut, Deny mengatakan Indonesia akan berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait perdagangan barang remanufaktur yang didukung penuh oleh Amerika Serikat.

“Yang jelas, Indonesia menolak jika barang remanufaktur diberlakukan secara umum dan diperdagangkan tanpa batasan. Kami tentu akan mengkaji secara mendalam terlebih dahulu dampaknya terhadap lingkungan dan upaya pengembangan industri dalam negeri,” katanya.

Terkait ITA, para pendukung perundingan perluasan ITA di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) gencar mendorong agar APEC mendukung penyelesaian pembahasan mengenai perluasan cakupan dan keanggotaan ITA tahun ini sebagai salah satu pencapaian pada Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-9 di Bali pada Desember mendatang.

Kemudian dalam pembahasan mengenai EGS, para anggota sepakat untuk melanjutkan program kerja multi tahun di bidang penelitian, supply, perdagangan, serta permintaan barang dan jasa.

“Indonesia memiliki kepentingan besar untuk dapat ikut mengarahkan keberpihakan strategi green growth ini bagi kepentingan pembangunan dan perdagangan berbasis sumber daya alam di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia,” ujar Deny.

Dalam pertemuan tersebut Policy Support Unit (PSU), suatu unit dalam APEC yang melakukan penelitian dan pengkajian, memberikan laporan bahwa peningkatan kebijakan non tarif ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap sektor perdagangan global.

Terkait hal itu, Indonesia menginginkan ekonomi maju untuk mengurangi penerapan kebijakan non tarif mereka, khususnya terhadap produk-produk unggulan ekonomi berkembang, seperti produk komoditas dan bahan baku.

“Kebijakan yang diterapkan harus ditujukan untuk memberikan fasilitasi perdagangan, bukan restriksi perdagangan,” tegasnya.

Pada pertemuan juga disampaikan paparan wakil dari APEC Business Advisory Council (ABAC) dan Organisasi Kepabeanan Dunia (WCO) mengenai Global Data Standards yang bertujuan memberikan pemahaman pentingnya penyeragaman data suatu produk untuk mempermudah perdagangan barang.

Di sela-sela pertemuan MAG, juga diadakan workshop mengenai perspektif konsumen terhadap industri remanufaktur (remanufacturing). Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman industri terhadap pentingnya proses daur ulang barang bekas (material lama) untuk diproses kembali dengan standar teknis tertentu agar memiliki kualitas sebaik barang baru.

Pertemuan MAG di Medan merupakan yang ketiga tahun ini, setelah sebelumnya digelar di Jakarta dan Surabaya.

Pertemuan ini juga termasuk dalam rangkaian dalam APEC Senior Official Meeting (SOM) ke-3 tahun 2013 yang diselenggarakan pada 22 Juni-6 Juli 2013 di Medan.

Hasil-hasil pembahasan isu akses pasar pada grup ini nantinya akan menjadi masukan bagi pernyataan para pemimpin APEC di Bali pada Oktober mendatang.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Desy Saputra
COPYRIGHT © ANTARA 2013