Jakarta (ANTARA) - Suara lantang pembawa acara yang memanggil nama Masyar Windi Patilima memecah suasana di dalam sebuah ruangan Hotel di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan, Jumat (24/11).

Patilima (30) yang tengah berdiri sembari menunggu namanya dipanggil, seketika bergegas menuju panggung untuk menjalani sesi timbang badan dan face-up pada perhelatan Brave CF Indonesia.

Saat berdiri di atas alat penimbang, lelaki bertubuh tegap itu mengangkat kedua tangannya sambil membuat gerakan yang menonjolkan otot lengan dan dada yang dibalut baju kaos tipis dipadukan dengan celana pendek.

Petarung berjuluk "The Bad Boy" itu mengakhiri sesi timbang badan sambil memancarkan senyum dari wajah sebelum berjalan menghampiri kandidat lawan asal Filipina, Mhar John Manahan yang menunggu di sisi panggung.

Kedua petarung Mixed Martial Arts (MMA) itu langsung mengepalkan kedua tangan di depan dada menandakan kesiapan bertarung pada kelas welter pada keesokan hari.

Sambil menatap tajam wajah kandidat lawan, Patilima pun kembali tersenyum sebelum mengakhiri sesi face-up dengan berjabatan tangan. Ia menunjukkan bahwa dirinya siap bertarung dan menaklukkan lawan di atas oktagon.

"Saya harus tunjukkan bahwa saya siap secara fisik dan mental di hadapan setiap lawan," katanya.

Melakukan yang terbaik hingga menjemput kemenangan adalah tekad yang selalu ditancapkan Patilima dalam setiap pertarungan.

Baca juga: Windri Patilima jadi juara baru usai One Pride kembali bergulir

Halaman berikut: Patilima belajar dari kekalahan

Memaknai kekalahan

Pertarungan melawan Jhon Manahan pada Sabtu (25/11/2023) menjadi laga ke-10 Patilima dalam catatannya sebagai petarung profesional MMA yang dimulai sejak 2018.

Lelaki kelahiran 19 Juli 1993 asal Kotamobagu, Sulawesi Utara itu, sudah menorehkan delapan kali kemenangan dan satu kekalahan pada ajang "Road to UFC Sesion 2". Langkah Patilima terhenti di ajang itu seusai kalah dari wakil Jepang, Shin Haraguchi.

"Kekalahan terjadi karena kesalahan." Begitulah makna kekalahan bagi Patilima yang membuatnya sebisa mungkin meminimalisir peluang melakukan kesalahan dalam laga-laga selanjutnya.

Dalam pertarungan MMA, sebuah kesalahan gerakan membuka peluang lawan untuk melancarkan serangan. Seperti yang dialami Patilima saat Haraguchi berhasil menangkap kedua kaki dan menjatuhkannya ke lantai.

Haraguchi langsung menguncikan kakinya ke tubuh Patilima agar bisa bergerak leluasa sembari mencari posisi yang ideal untuk melancarkan pukulan. Sebuah sikutan mendarat telak di wajah Patilima yang disusul pukulan bertubi-tubi lainnya.

Patilima memetik pelajaran penting dari kekalahan TKO di ronde kedua kala itu. Baginya, kekalahan itu tak melumpuhkan semangat berjuang namun membangkitkan energi baru untuk berlatih lebih keras agar cerita pahit tak terulang lagi.

"Yang pasti kekalahan itu adalah cambuk bagi saya untuk bekerja lebih keras lagi," ujarnya.

Latihan keras Patilima jalani menyambut laga keduanya dalam international fight. Bahkan, ia secara intensif mengolah fisik, mental, serta keterampilan dengan meningkatkan waktu latihan selama sebulan terakhir demi memastikan siap bertarung pada laga ke-10.

Ia meyakini dengan tingkat latihan di atas normal dan kondisi mental yang siap membuatnya dapat meraih hasil terbaik.

"Saya latihan udah gila-gilaan jadi sudah sangat siap," ujarnya.

Tak hanya menjadikan kekalahan sebagai momentum yang membangkitkan semangat, Patimila juga belajar dari para petarung lain yang sukses meraih kemenangan.

Salah satu yang memotivasi dan menginspirasi Patilima adalah kesuksesan rekan petarung MMA dari Indonesia Jeka Saragih yang menjadi manusia Indonesia pertama yang bisa tampil di ajang prestisius UFC Vegas 82.

Atlet bela diri campuran Jeka Saragih mengukir sejarah saat melakukan debutnya di UFC Vegas 82, dengan meraih kemenangan KO atas petarung Brazil Lucas Alexander pada pertarungan yang digelar di UFC Apex, Las Vegas.


Baca juga: Menang TKO di debut UFC, Jeka Saragih: Lawannya lemah
Baca juga: Jeka Saragih ukir sejarah dengan raih kemenangan pada debutnya di UFC

Baca juga: One Pride kembali suguhkan duel sengit perebutan gelar kelas welter

Halaman berikut: pergumulan Patilima dengan ketidakberdayaan ekonomi
 
Tekad kuat

Sebelum menjalani profesi sebagai petarung MMA, keseharian Patilima tak luput dari pergumulan dengan kondisi ketidakberdayaan ekonomi keluarganya.

Anak bungsu dari tiga bersaudara ini harus hidup prihatin sejak ayahnya meninggal dunia. Patilima kecil pun kerap membantu sang ibu menjual sayuran di pasar tradisional Kotamobagu.

Dalam kondisi ibunya sebagai orang tua tunggal, keseharian Patilima pun diwarnai dengan pergumulan yang dalam untuk mencari cara terbaik memperbaiki perekonomian keluarga.​​​​​​​

Bahkan hingga Patilima dewasa dan berumahtangga pun, kesulitan ekonomi masih menyelimuti hidup Patilima dan keluarga.

Untuk menopang kehidupan, istrinya pun tak jarang ke luar rumah untuk membantu mencari nafkah, sehingga, di balik tubuh kekarnya, Patilima juga menjalani aktivitas yang mungkin masih jarang dilakoni kaum suami, seperti mengasuh anak dan mengerjakan pekerjaan domestik di rumah.

Hingga akhirnya ia menemukan jalan mewujudkan asa memperbaiki kehidupan dengan mengikuti seleksi One Pride dan melakoni pertandingan demi pertandingan secara profesional.

Patilima sangat bersyukur dengan profesinya
​​​​​saat ini. Kondisi ketidakberdayaan hidup yang melatari kian menguatkan tekadnya untuk memberikan yang terbaik dalam profesinya.

“Saya lahir dan besar dari keluarga susah jadi MMA ini adalah jalan saya membuktikan bahwa semua bisa berubah melalui kerja keras,” katanya.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Peri bahasa itu cukup menggambarkan apa yang dialami Patilima setelah kerja kerasnya merintis karir di dunia MMA.

Prestasi yang diraih telah membuatnya semakin tersohor dan menjadi kebanggaan pemerintah dan masyarakat dari daerah asal. Ketika menjadi juara MMA pada 2021 lalu, Patimila yang pulang ke kampung halamannya disambut warga yang tumpa ruah dan konvoi kendaraan menuju Desa Bilalang II.

Di kancah mancanegara, Patilima pun mengharumkan nama Indonesia ketika ia berlaga di international fight.

Bagi Patilima, menjadi juara MMA adalah momentum penting dalam hidupnya untuk mewujudkan mimpinya menjadi lelaki yang dibanggakan keluarga terutama sang ibu.

"Dari awal cita-cita saya di MMA ini yang paling utama hanya membuat keluarga saya bangga, ibu saya bangga, dan itu akan menjadi tekad saya untuk memberikan hasil terbaik dalam setiap pertandingan," demikian Patilima.

Raja kelas welter One Pride itu pun menganggap juara hanya sekadar istilah status. Namun, juara sesungguhnya bagi seorang anak adalah ketika ia mendengar ibunya berucap, "Nak ibu bangga padamu."


Baca juga: Jeka Saragih membuka jalan petarung Indonesia bersinar di UFC
Baca juga: Jeka Saragih ingin prestasinya di UFC diikuti generasi muda

Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Dadan Ramdani
COPYRIGHT © ANTARA 2023