Medan (ANTARA) -
Perkumpulan Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (P3HKI) menyerukan berkolaborasi dan menghilangkan ego sektoral mewujudkan penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) yang aman, tertib dan sesuai prosedur.
 
"Tata kelola untuk memaksimalkan PMI, maka pertama harus kerja sama lintas sektoral dan hilangkan ego sektoral," ungkap Ketua Umum P3HKI Agusmidah kepada ANTARA di Medan, Senin.
 
Baik, lanjut dia, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Kementerian Ketenagakerjaan RI maupun BP2MI dengan pemerintah daerah melalui Dinas Tenaga Kerja, baik provinsi dan kabupaten/kota.

Baca juga: BP2MI targetkan peningkatan penempatan PMI ke Korsel pada 2024
 
Kedua, tersedianya anggaran sesuai beban kerja dinas terkait, seperti penempatan PMI harus menganggarkan dana sosialisasi ke daerah atau kantong-kantong PMI di kabupaten/kota.
 
"Ini agar warga tahu cara aman untuk migrasi prosedural. Dinas Tenaga Kerja atau dinas terkait lainnya juga harus ada anggaran untuk meningkatkan kapasitas, keterampilan dan pembinaan PMI, baik pra maupun purna penempatan juga terhadap keluarga PMI," tutur dia.
 
Ketiga, Dinas Pendidikan melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengevaluasi dan memantau keberhasilan pendidikan formal, apakah telah mampu menyiapkan pengetahuan dan kemampuan calon PMI.
 
Misalnya kemampuan bahasa asing dan soft skill (keterampilan nonteknis) calon pekerja, karena harusnya pemerintah daerah sudah punya data kantong-kantong PMI menjadi sumber tenaga kerja migran.
 
Keempat, perbanyak kampanye publik untuk migrasi yang aman, tertib dan legal, karena merupakan tanggung jawab pemerintah dan perusahaan penempatan PMI di luar negeri.
 
"Banyak cara bisa dilakukan, termasuk bekerjasama rumah produksi membuat sinetron dan lain-lain yang bisa dipahami warga dengan mudah," tegas Agusmidah yang juga menjabat Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Baca juga: BP2MI minta pekerja migran jaga nama baik bangsa di negara penempatan
 
Kelima, mengevaluasi program desa migran produktif yang pernah dijalankan dan menjadi amanat Undang-undang No.18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, dan bertujuan memberdayakan calon PMI, PMI, dan keluarga PMI di desa.
 
Keenam, mendorong desa memiliki program dan menyiapkan anggaran untuk membantu informasi dan lain-lain yang dibutuhkan warga di desa tersebut karena hendak bekerja ke luar negeri.
 
Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebut total penempatan PMI hingga Maret 2024 berjumlah 79.940 orang, di antaranya paling banyak PMI dari Provinsi Jawa Timur sekitar 27,6 persen dengan penempatan terbanyak di Hongkong sekitar 34,09 persen.
 
"Namun paling penting adalah perbanyak lapangan kerja di dalam negeri. Hilirisasi wajib, dan jangan ekspor minyak mentah atau setengah jadi," katanya.
 
Hilangkan korupsi karena menyebabkan dana pembangunan terkuras ke oknum, dan bukan masyarakat. "Selain itu, penegakan hukum tanpa pandang strata dan status wajib dijalankan," tegas Agusmidah.
 
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tengah menginisiasi pengkajian ulang tata kelola penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia.
 
"Harapannya, langkah ini akan semakin menguatkan peran Pemerintah Indonesia dalam menjamin setiap warga negaranya untuk memperoleh hak atas pekerjaan, utamanya di luar negeri sehingga dapat mempunyai penghidupan yang layak," kata Wapres dalam keterangan resmi Biro Pers Sekretariat Wakil Presiden, Minggu (5/5).

Baca juga: Disnaker: 43,65 persen pekerja migran Cirebon bekerja di sektor formal

Pewarta: Muhammad Said
Editor: Sambas
COPYRIGHT © ANTARA 2024