Banjarmasin (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) mengajak seluruh pemangku kepentingan bersinergi menangani dan memberikan solusi terhadap temuan 190.707 kepala keluarga (KK) yang terindikasi berisiko stunting.

“Berdasarkan verifikasi dan validasi, ada 190.707 KK di 13 kabupaten/kota di Kalsel berisiko stunting,” kata Sekretaris BKKBN Kalsel Lasma Uli Lumbantoruan usai kegiatan diseminasi hasil pemutakhiran pendataan keluarga dan data keluarga berisiko stunting di Kota Banjarmasin, Selasa.

Baca juga: BKKBN RI jadikan Banjar sebagai percontohan "Kampung KB 2024"

Ia menjelaskan verifikasi dan validasi pendataan sepanjang 2023, bertujuan agar masing-masing pemangku kepentingan atau lembaga terkait dapat menggunakan data tersebut untuk ditindaklanjuti dalam melakukan intervensi percepatan penurunan stunting.

“Berdasarkan hasil peninjauan kembali pada semester satu dan dua 2023, awalnya berjumlah 200.000 KK. Kemudian, turun menjadi 190.707 KK, masih didominasi Kabupaten Barito Kuala,” ujarnya.

Lasma mengungkapkan penyebab stunting paling signifikan di Kalsel adalah pola asuh anak yang tidak sesuai dengan anjuran kesehatan, kemudian angka pernikahan usia dini yang masih tinggi, serta faktor ekonomi.

Berdasarkan hasil temuan itu, pihaknya berupaya meningkatkan edukasi tentang pola asuh kepada pasangan subur yang mempunyai balita dan batita, termasuk pola pemberian makan, khususnya makanan tambahan agar lebih baik dari sebelumnya.

Menurut dia, dalam pemberian makanan tambahan di atas umur enam bulan harus memperhatikan kebutuhan protein yang seimbang. Selain itu, juga akan menggencarkan sosialisasi dan edukasi tentang pernikahan dini kepada remaja.

Baca juga: Gubernur Kalsel dan mahasiswa bersatu dalam program cegah stunting

Baca juga: Kepala BKKBN sebut Kalsel tertinggi ketiga nasional penurunan stunting


Lasma mengatakan BKKBN Pusat telah menggelar pertemuan bersama BKKBN regional se-Indonesia untuk meningkatkan akselerasi cakupan penimbangan balita di posyandu, BKKBN pusat meminta agar angka cakupan elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) di atas 85 persen.

“BKKBN Pusat menggelar pertemuan dengan regional, karena hasil survei kesehatan Indonesia (SKI) menunjukkan kenaikan 0,1 persen. Sehingga, perlu menyusun strategi agar angka cakupan e-PPGBM bisa di atas 85 persen,” ujar dia.

Pewarta: Tumpal Andani Aritonang
Editor: Endang Sukarelawati
COPYRIGHT © ANTARA 2024