Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan banding atas putusan sela majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menerima nota keberatan (eksepsi) mantan Hakim Agung Gazalba Saleh dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.

"KPK menyepakati akan melakukan upaya hukum, akan melakukan banding atau perlawanan, kita memilih untuk melakukan upaya hukum banding," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa.

Ghufron berpandangan bahwa KPK, kepolisian maupun Kejaksaan Agung memiliki landasan atribusi masing-masing dan KPK berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 dinyatakan bahwa KPK adalah lembaga dalam rumpun eksekutif memiliki tugas dalam penegakan hukum.

Kemudian menurut Pasal 6 huruf a mempunyai tugas pencegahan, huruf b koordinasi, huruf c monitoring, huruf d supervisi, dan huruf e menyelidiki dan menuntut.

"Jadi, KPK telah memiliki kewenangan atribusi oleh pembentuk undang-undang untuk kemudian diberi tugas untuk melakukan penuntutan sehingga tugas yang dilaksanakan oleh KPK itu dasarnya adalah tugas atribusi dari Undang-Undang KPK, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019," ujarnya.

Baca juga: Majelis Hakim terima nota keberatan Gazalba Saleh

Ghufron juga buka suara soal alasan hakim mengabulkan eksepsi Gazalba Saleh soal tidak terpenuhinya syarat-syarat pendelegasian penuntutan dari Jaksa Agung RI.

"Jadi, karena itu, kami menyatakan tidak sepakat ataupun tidak menerima atas pandangan hakim yang mengatakan bahwa perlu delegasi maka kemudian asumsinya jaksa-jaksa di KPK tetap menjadi bawahannya Kejaksaan Agung. Itu yang bertentangan dengan independensi KPK yang diatur pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Saya kira itu poinnya," kata Ghufron.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Fahzal Hendri dalam sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/5), mengabulkan nota keberatan dari tim penasihat hukum terdakwa Gazalba Saleh

Fahzal menjelaskan salah satu alasan majelis hakim mengabulkan nota keberatan Gazalba, yakni tidak terpenuhinya syarat-syarat pendelegasian penuntutan dari Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi sesuai asas single prosecution system (sistem penuntutan tunggal).

Baca juga: KPK pelajari putusan pengadilan soal perkara TPPU Gazalba Saleh

Dengan demikian, majelis hakim berpendapat Direktur Penuntutan KPK tidak memiliki kewenangan sebagai penuntut umum dan tidak berwenang melakukan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan TPPU dalam kasus Gazalba Saleh sehingga penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum KPK tidak dapat diterima.

Untuk itu, majelis hakim memerintahkan Gazalba Saleh segera dibebaskan dari tahanan setelah putusan sela diucapkan serta membebankan biaya perkara kepada negara.

Namun, Fahzal menegaskan putusan sela yang diberikan majelis hakim tidak masuk pada pokok perkara atau materi sehingga apabila jaksa penuntut umum KPK sudah melengkapi administrasi pendelegasian wewenang penuntutan dari Kejaksaan Agung maka sidang pembuktian perkara bisa dilanjutkan.

"Jadi, tidak masuk ke materi apa terdakwa Gazalba salah atau tidak, tidak sampai ke situ. Ini hanya syarat dari tuntutan, mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Agung RI," tuturnya.

Baca juga: KY akan telusuri dugaan pelanggaran etik di putusan Gazalba Saleh
Baca juga: Penasihat Hukum Gazalba Saleh nilai dakwaan KPK tak lengkap dan cermat
Baca juga: Gazalba Saleh didakwa terima gratifikasi dan TPPU Rp25,9 miliar

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Didik Kusbiantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2024