Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko menegaskan bahwa Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) adalah simpanan yang tidak akan hilang dan bukan merupakan iuran ataupun potongan penghasilan.

"Tapera ini bukan potong gaji, bukan iuran. Tapera ini adalah tabungan, diatur dalam undang-undang," kata Moeldoko dalam konferensi pers terkait Tapera di Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Jumat.

Menurut Moeldoko, Presiden Joko Widodo sejak awal bekerja telah menjalankan reformasi di sektor sistem jaminan kesejahteraan sosial. Banyak yang kemudian ditangani seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, termasuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

"Itu semua dilakukan karena pemerintah ingin selalu hadir di dalam setiap situasi yang tengah dihadapi masyarakatnya, khususnya dalam persoalan-persoalan yang terkait dengan sandang, pangan, dan papan," ujarnya.

Penyediaan perumahan bagi masyarakat adalah amanat konstitusi karena ada undang-undangnya, yaitu Undang-Undang No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman dan Undang-Undang No. 4 tahun 2016 tentang Tapera.

Baca juga: Tapera memudahkan masyarakat berpenghasilan rendah peroleh hunian
Baca juga: Kemenkeu terus evaluasi kebijakan fiskal untuk perumahan


Menurut Moeldoko, Tapera sesungguhnya perpanjangan dari Bapertarum yang dahulu dikhususkan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), namun saat ini diperluas kepada pekerja mandiri dan swasta.

"Kenapa diperluas, karena ada problem backlog atau defisit perumahan yang dihadapi pemerintah hingga saat ini dan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat 9,9 juta masyarakat Indonesia masih belum memiliki rumah. Jadi ini bukan ngarang,” katanya.

Pemerintah kemudian menyimpulkan bahwa antara jumlah kenaikan gaji dan inflasi di sektor perumahan tidak seimbang, kata Moeldoko menambahkan.

“Untuk itu harus ada upaya keras agar masyarakat pada akhirnya, walaupun terjadi inflasi tapi masih bisa punya tabungan untuk memiliki atau membangun rumah sendiri. Salah satu caranya adalah dengan skema yang turut melibatkan pemberi kerja, swasta, maupun pemerintahan," ujarnya.
​​​​​​
Persoalan perumahan, kata Moeldoko, tidak hanya dialami Indonesia. Malaysia misalnya, juga memiliki skema layaknya Tapera.

Pada kesempatan tersebut Moeldoko pun berharap masyarakat bisa memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk bekerja, memikirkan cara yang terbaik salah satunya untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat.

Baca juga: Kemnaker bakal gencarkan sosialisasi Tapera ke pekerja dan pengusaha
Baca juga: PUPR: Komite Tapera kawal pemupukan dana publik agar tepat sasaran


Moeldoko menambahkan, pemerintah akan terus melakukan dan membuka ruang-ruang komunikasi dan dialog dengan masyarakat maupun dunia usaha, menjelang penerapan Tapera pada 2027.

"Kita masih ada waktu hingga 2027. Jadi ada kesempatan untuk konsultatif, tidak usah khawatir," katanya.

Menjelang penerapannya nanti, pemerintah juga membangun sistem pengawasan keuangan untuk memastikan dana Tapera dikelola dengan baik, akuntabel, dan transparan.

Pengawasan salah satunya dilakukan melalui Komite Tapera, yang ketuanya adalah Menteri PUPR, dengan anggota Menteri Keuangan (Menkeu), Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan kalangan profesional.

"Pemerintah ingin memastikan Tapera tidak mengalami hal yang seperti ASABRI. Dengan dibentuknya Komite Tapera, saya yakin pengelolaannya akan lebih transparan, akuntabel, karena semua bentuk investasi Tapera ada yang kontrol yakni Komite dan OJK," ujar Moeldoko.

Baca juga: OJK sebut pengawasan dana kelolaan Tapera dilakukan oleh lintas K/L
Baca juga: Tapera tekan suku bunga angsuran untuk jangkau harga rumah
Baca juga: PUPR: Tapera dirancang atasi backlog perumahan lewat KPR terjangkau

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2024