Jakarta (ANTARA) - Sekretariat ASEAN menekankan pentingnya memastikan bahwa tenaga kerja ASEAN dapat beradaptasi dengan cara kerja baru dan memiliki keterampilan yang cukup untuk berinteraksi secara efektif dengan sistem kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI).

“Badan-badan publik dan swasta dapat berkolaborasi untuk menyelenggarakan kursus AI khusus industri untuk membantu personel mempelajari jenis-jenis sistem AI yang ada di pasar,” kata Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN Bidang Komunitas dan Korporasi Nararya Soeprapto dalam acara 11th ASEAN Economic Dialogue di Jakarta, Selasa.

Naraya menuturkan beberapa negara anggota ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Vietnam telah berkolaborasi dengan industri dan lembaga akademis untuk menyediakan kursus dan program pelatihan terkait AI guna mengembangkan talenta AI.Pelatihan bertujuan meningkatkan keterampilan digital dan memastikan bahwa kebutuhan khusus industri terpenuhi.

Rencana Induk Digital ASEAN 2025, lanjutnya, memiliki kerangka kebijakan regional untuk mengatasi masalah tata kelola dan etika ketika menerapkan solusi AI sebagai alat utama untuk meningkatkan pemahaman dan kepercayaan di kawasan ASEAN. Sehingga, negara ASEAN memiliki sejumlah bidang potensial yang bisa berkolaborasi.

Selain meningkatkan pemahaman mengenai AI, ASEAN dinilainya perlu berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan AI untuk memastikan bahwa negara-negara selalu mengikuti perkembangan terkini dalam AI, termasuk menerapkan solusi AI mutakhir untuk permasalahan nasional yang dihadapi oleh masyarakat.

“Untuk melakukan hal ini, pemerintah harus berupaya membangun pendekatan komunitas menyeluruh antara komunitas riset, sektor swasta, dan lembaga pemerintah untuk memfasilitasi penyerbukan silang gagasan dan wacana yang sehat mengenai gagasan dan teknologi perintis,” tuturnya.

Upaya kolaborasi lainnya adalah melindungi masyarakat dari penggunaan AI dengan niat buruk seperti penyebaran informasi yang salah dan kebohongan yang disebar secara daring. Pemerintah, dinilainya, harus meningkatkan upaya pendidikan masyarakat mengenai sistem AI dan potensi kendalanya sehingga masyarakat diberdayakan untuk menjadi konsumen informasi yang cerdas.

“Di bawah DEFA, ASEAN telah mengidentifikasi kerja sama pada topik-topik yang sedang berkembang. Ini merupakan salah satu ketentuan yang secara khusus menyebutkan kecerdasan buatan. Tujuannya untuk membangun mekanisme kerja sama peraturan untuk menangani standar dan peraturan yang relevan,” jelas dia.

Adapun ASEAN dan populasinya yang berjumlah 630 juta jiwa merupakan rumah bagi sekitar 480 juta pengguna Internet. Sebanyak 80 persen di antaranya adalah konsumen digital. Ekonomi digital ASEAN mencapai nilai sekitar 300 miliar dolar AS (Rp4.874 triliun) pada 2022 dan diproyeksikan tumbuh menjadi 1 triliun dolar AS (Rp16.250 triliun) pada 2030.

Dengan diluncurkannya Perjanjian Kerangka Kerja Ekonomi Digital ASEAN (DEFA) yang bertujuan untuk menyelesaikan negosiasi pada tahun 2025, ASEAN akan mempercepat transformasi digitalnya yang dapat meningkatkan proyeksi kontribusi ekonomi digital ASEAN menjadi 2 triliun dolar AS (Rp32.501 triliun) pada 2030.

Perkiraan ini yang datang dari Boston Consulting Group melihat kesepakatan DEFA yang sangat berwawasan ke depan dan tahan terhadap masa depan. Sektor AI sendiri sedang mengalami pertumbuhan yang fenomenal.

Tak hanya itu, AI berpotensi meningkatkan PDB di seluruh ASEAN sebesar 10 hingga 18 persen dan mencapai nilai hampir 1 triliun dolar AS pada 2030.

Sedangkan saat ini, 80 persen bisnis yang disurvei di ASEAN sudah berada pada tahap awal penerapan AI yang menghadirkan peluang besar bagi pembangunan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan kemajuan di berbagai sektor.

Baca juga: Huatu Education dan National University of Malaysia Bermitra untuk Mendirikan ASEAN College
Baca juga: Indonesia utamakan tata kelola AI berprinsip transfer teknologi-ilmu


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Arie Novarina
COPYRIGHT © ANTARA 2024