Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) RI Yasonna Laoly menilai notaris sebagai profesional yang berperan dalam transaksi keuangan dan hukum harus memastikan kepatuhan pengguna jasa terhadap berbagai aturan anti pencucian uang dan anti pendanaan terorisme.

Melalui tugas dan wewenangnya, dia menyebutkan notaris memiliki kemampuan mengidentifikasi aktivitas mencurigakan, mengidentifikasi pelaku, dan melaporkan transaksi yang mencurigakan kepada otoritas berwenang.

"Jika notaris yang merupakan gatekeeper transaksi tidak menjalankan fungsinya dengan baik, akan berdampak pada kredibilitas Indonesia," ucap Yasonna dalam acara Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan Majelis Pengawas dan Kehormatan Notaris di Jakarta, Kamis.

Oleh karena itu, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) terus berupaya melakukan sosialisasi kepada seluruh notaris, terutama notaris baru, agar memahami serta mengerti Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) dan kewajiban notaris dalam melaporkan transaksi keuangan mencurigakan melalui aplikasi Government Anti-Money Laundering (goAML).

Pada bulan Oktober 2023, Indonesia berhasil menjadi anggota Gugus Tugas Anti Pencucian Uang atau Financial Action Task Force (FATF), sebuah lembaga internasional yang bertujuan mengembangkan dan mendorong penerapan berbagai kebijakan untuk mencegah tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) di seluruh dunia.

Notaris, kata Yasonna, turut berkomitmen dalam memenuhi tujuan FATF sehingga mencerminkan prinsip notaris terhadap integritas, transparansi, dan kepatuhan hukum.

"Notaris harus menyadari bahwa TPPU dan TPPT dapat memiliki dampak yang merusak stabilitas ekonomi, keamanan nasional, dan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.

Dari 40 rekomendasi dan 11 immediate outcomes yang ditetapkan FATF, kata dia, ada dua rekomendasi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas notaris, yaitu rekomendasi 23 dan rekomendasi 28.

Menkumham membeberkan rekomendasi 23 menekankan perlunya notaris dan pihak terkait seperti pejabat, pengatur, maupun profesional keuangan untuk mengambil langkah tepat dalam mengidentifikasi, melaporkan, dan mencegah transaksi keuangan mencurigakan atau terkait pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Sementara itu, rekomendasi 28 mengatur regulasi dan pengawasan terhadap notaris sebagai pihak pelapor, yang dilakukan oleh lembaga pengawas dan pengatur (LPP), yakni Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham serta Majelis Pengawas Notaris.

Ia menjelaskan bahwa LPP harus menerapkan pengawasan berbasis penilaian risiko dan memastikan notaris sebagai pihak pelapor telah menetapkan penilaian risiko pengguna jasa.

Di sisi lain, sebagaimana amanat Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT, lanjut dia, notaris berperan dalam penyampaian laporan pemilik manfaat dan korporasi atau beneficial ownership (BO).

"Transparansi dan keakuratan pada data BO tidak hanya dapat mencegah TPPU dan TPPT, tetapi juga bisa meningkatkan kepercayaan investor," ucap Yasonna menambahkan.

Pelaksanaan berbagai tugas notaris itu, menurut Yasonna, sangat penting karena dalam berbagai kesempatan Presiden RI Joko Widodo telah menekankan pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat internasional yang berkaitan langsung dengan pertumbuhan investasi.

"Jangan sampai perekonomian kita turun sebagai akibat notaris tidak profesional, tidak bertanggung jawab, dan tidak jujur," katanya menegaskan.

Baca juga: Menkumham: Pengawasan terhadap notaris dukung iklim ekonomi kondusif
Baca juga: Menkumham lantik 29 Majelis Pengawas Notaris hingga Konsultan KI

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2024