Surabaya (ANTARA) - Universitas Airlangga (Unair) Surabaya mengukuhkan Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Prof. (HCUA) Dr. Sunarto, SH., MH., sebagai Guru Besar Kehormatan (Honoris Causa) Fakultas Hukum (FH) Unair setempat, Senin.

Rektor Unair Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., MT., Ak. saat pengukuhan mengatakan seorang hakim mengemban amanah dan tanggung jawab yang besar. Tidak hanya sebagai penengah dari suatu perkara, tetapi juga sebagai penegak hukum seadil-adilnya.

Baca juga: Unair tempati posisi 308 perguruan tinggi terbaik di dunia

"Maka, seorang hakim merupakan tugas yang mulia dan sudah sepantasnya mendapatkan reward yang luar biasa serta sepadan dengan amanah dan tugas yang mereka emban," ujar Prof. Nasih.

Prof. Nasih menambahkan seorang guru besar merupakan perihal yang mudah. Karena, untuk menjabat gelar tersebut perlu keteladanan.

Selain itu, seorang guru besar juga harus terus belajar, tanpa mengenal usia atau waktu. Mempertahankan keteladanan itu menjadi tantangan besar selama menjadi guru besar.

"Tentunya, perjalanan yang panjang bagi Prof (HCUA) Sunarto selama 37 tahun. Ia telah berkiprah dan membawa dampak yang besar bagi bidang ilmu hukum di Indonesia. Hal-hal itu harus menjadi contoh untuk generasi mendatang," ujarnya.

Seorang hakim, sambung Prof. Nasih, merupakan tonggak dari sebuah bangsa. Suatu negara dapat dinyatakan tentram dan sejahtera apabila seorang hakim berlaku tegak lurus dengan kebenaran serta keadilan. Hakim memiliki peran strategis dalam penentu masa depan bangsa.

"Karena posisi hakim itu sangat strategis, maka mekanisme pendidikan yang menghasilkan calon-calon hakim harus berkualitas dan relevan. Selain itu, integritas dari seorang hakim dan para pendidik sangat dibutuhkan di dalamnya. Terutama untuk fakultas hukum terbaik pertama di Indonesia," tuturnya.

Baca juga: Dosen Unair: Sertifikasi halal penting bagi UMKM di pasar global

Sementara itu, Prof. (HCUA) Dr. Sunarto, SH., MH., mengatakan bahwa hakim bukan sekadar sosok penentu kepatuhan terhadap undang-undang. "Hakim lebih dari itu, hakim adalah penjaga keadilan," katanya.

Menjadi seorang hakim bukanlah tugas yang mudah. Seorang hakim harus memiliki pemahaman yang mendalam terkait nilai-nilai keadilan.

"Nilai-nilai keadilan bukan semata berasal dari buku-buku ilmu hukum. Akan tetapi, dari pemahaman yang bersumber dari hati nurani paling dalam," tuturnya.

Bagi Prof. (HCUA) Sunarto, hukum tanpa adanya keadilan, hanya seperangkat aturan yang kering tanpa ruh di dalamnya. Hakim seyogianya mampu melihat di luar batas formalitas hukum serta memperhatikan dampak sosial, budaya, dan kemanusiaan dalam mengambil keputusan.

Dalam mengambil keputusan, sambungnya, seorang hakim harus menjadi ahli dalam ilmu dan penalaran.

"Keadilan tidak mungkin terwujud jika hakim hanya terpaku pada pengetahuan hukum semata. Hakim harus menjadi pembelajar sepanjang hayat, terus-menerus mengasah pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu," ujarnya.

Prof (HCUA) Sunarto percaya bahwa dengan tegaknya keadilan maka sebuah negara akan mencapai puncak kemajuan. "Kepuasan masyarakat terhadap sistem peradilan yang adil dan transparan, akan menjadi pondasi kuat bagi keberlangsungan bangsa," tegasnya.

Baca juga: Pakar Unair sambut baik rencana BI terbitkan rupiah digital

Kendati demikian, keadilan akan sulit terwujud jika hakim hanya menjadi mesin yang memproses hukum. Hakim harus bisa merasakan denyut keadilan yang hidup dalam setiap bagian jiwanya.

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Sambas
COPYRIGHT © ANTARA 2024