Jakarta (ANTARA) - Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) mendorong pemerintah untuk membuka dialog bersama asosiasi dan pengusaha di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) terkait aturan relaksasi impor yang diterapkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024.
 
"IKATSI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali penerapan Permendag 8/2024, dan membuka ruang dialog dengan para asosiasi dan perkumpulan, serta pelaku industri TPT untuk mencari solusi terbaik demi keberlanjutan dan kemajuan industri TPT nasional," kata Ketua Umum IKATSI Muhammad Shobirin F Hamid dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
 
Dirinya mengatakan pembukaan keran impor, dikhawatirkan bisa berpengaruh negatif terhadap keberlangsungan industri tekstil dalam negeri, baik yang diproduksi oleh manufaktur besar, maupun oleh industri kecil menengah (IKM).
 
Hal tersebut dikarenakan relaksasi impor bisa mengakibatkan adanya penurunan daya saing yang berdampak pada turunnya produksi dan kualitas produk tekstil Indonesia.
 
“Pada akhirnya akan mengurangi kemampuan sektor industri TPT menyerap tenaga kerja di Indonesia,” kata dia.
 
Lebih lanjut ia mengatakan, selain dengan adanya ketidakpastian regulasi larangan impor, peningkatan biaya produksi, serta penurunan permintaan bahan baku lokal turut menjadi penyebab adanya dampak negatif yang dirasakan oleh industri TPT.
 
Sebelumnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan peningkatan pengawasan terhadap produk impor tekstil dan produk tekstil (TPT), termasuk kulit dan alas kaki bisa membuat kinerja sektor tersebut semakin meningkat.
 
"Kami optimistis pertumbuhan industri tekstil, kulit, dan alas kaki akan berjaya, meningkat lebih besar lagi apabila bersamaan dengan itu persoalan penjagaan impor ilegal dan pengawasan pasar sesuai aturan berlaku terhadap impor lebih masif untuk ditingkatkan pengawasannya," kata Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Adie Rochmanto Pandiangan di Jakarta, Senin (3/6).
 
Pihaknya berharap adanya pengawasan secara paralel yang mengawasi secara ketat aktivitas jual beli barang impor bekas (thrifting) di dalam negeri. Hal itu karena Kemenperin mengasumsikan adanya impor ilegal produk TPT yang tidak tercatat, mengingat adanya selisih data antara total impor yang dilaporkan dalam negeri, dengan biro statistik negara lain.

Baca juga: Asosiasi usulkan lartas tekstil kembali diberlakukan
Baca juga: Industri tekstil bergairah, Kemenperin pantau dampak relaksasi impor
Baca juga: Kemenperin lepas ekspor tekstil ke Dubai senilai 350 ribu dolar AS

 

Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Biqwanto Situmorang
COPYRIGHT © ANTARA 2024