Jakarta (ANTARA) - Dosen Politeknik Negeri Balikpapan (Poltekba), Kalimantan Timur, Hadi Hermansyah, mempersiapkan desain pesawat nirawak atau drone bawah laut untuk penelitian ilmiah perubahan iklim lewat pengamatan komposisi air laut.

Dilansir dari keterangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), di Jakarta, Sabtu, kegiatan itu difasilitasi melalui program kerja sama Indonesia dan Prancis bernama Partenariat Hubert Curien (PHC) Nusantara.

"Kami ingin menghasilkan model laut regional khususnya model transformasi massa air di perairan Indonesia dan bisa berdampak pada dunia secara keseluruhan," kata Hadi Hermansyah.

Dosen Program Studi D-3 Alat Berat Poltekba yang aktif dalam penelitian dan publikasi ilmiah itu memilih topik pemodelan sirkulasi arus laut menggunakan metode 3D Mohid di Teluk Balikpapan.

“Selain bisa mengembangkan riset keilmuan, manfaat dari kegiatan ini adalah memang jejaring penelitian yang sifatnya internasional dan ini menjadi nilai tambah bagi kami para dosen,” katanya.

Pada penelitian kali ini, Hadi mengambil tema Earth and Space Science dengan judul penelitian adalah Mesoscale Eddies–internal Wave Interactions And Its Role In The Transformation Of The Indonesian Throughflow Waters.

Hadi akan bekerja sama dengan Laboratoire D’etudes Géodésique Océanographie Spatiale (LEGOS) di Toulouse untuk melakukan riset selama dua tahun terhadap isu perubahan iklim yang kini melanda berbagai belahan dunia.

"Kami juga akan merancang desain Autonomous Underwater Vehicles (UAVs)-drone bawah laut. Selama ini Indonesia cukup kesulitan untuk mengetahui kondisi bawah laut Indonesia yang memang sangat bervariasi," katanya.

LEGOS merupakan laboratorium riset yang fokus untuk menangani riset-riset yang berkaitan dengan oseanografi yang diakui dunia internasional.

Sebagai seorang oceanografer, Hadi ingin melihat bahwa perubahan iklim yang terjadi saat ini sangat dipengaruhi oleh perubahan komposisi air laut.

"Penelitian tentang kemaritiman belum menjadi perhatian serius di Indonesia. Dengan keterlibatan mitra asing, institut laboratorium berkelas dunia tentu akan menunjang pengembangan riset yang kami lakukan," katanya.

Hadi bersama mitra dari Prancis akan melakukan riset bersama-sama. Dalam waktu dekat, mereka akan dikirim ke Prancis untuk melakukan riset di laboratorium mitra, begitu juga sebaliknya.

Program PHC Nusantara memungkinkan pertukaran ilmu pengetahuan antara peneliti Indonesia dengan peneliti Prancis pada bidang-bidang prioritas.

Di Prancis, PHC Nusantara dikoordinasikan oleh Kementerian Eropa dan Luar Negeri (MEAE) dan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset (MESR). Sementara, PHC Nusantara di Indonesia dikoordinasikan oleh Kemendikbudristek.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Vokasi, Kiki Yuliati, menyampaikan bahwa kolaborasi riset dan inovasi menjadi fokus Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi dalam rangka transformasi dan akselerasi perguruan tinggi vokasi di Indonesia.

“PHC Nusantara telah mendorong terciptanya ekosistem kolaborasi riset antara perguruan tinggi vokasi dengan periset, ilmuwan dari luar negeri khususnya dengan Prancis untuk mencari solusi atas permasalahan dan tantangan dunia yang semakin kompleks ini, seperti perubahan iklim,” katanya.

Menurut Dirjen Kiki, penelitian ilmiah membutuhkan kolaborasi untuk mengembangkan pengetahuan yang secara kolektif dapat membangun ketangguhan manusia dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan.

“Di sisi lain, program ini juga akan mendorong publikasi bersama yang penting dalam memajukan penelitian dan pendidikan tinggi vokasi di Indonesia,” katanya.

Baca juga: Akademisi UI akui penelitian genomik di Indonesia sudah maju

Baca juga: Indonesia dan Australia luncurkan skema pendanaan riset bersama

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Riza Mulyadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024