Denpasar (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah menyampaikan bahwa masyarakat sebagai konsumen bisa melaporkan jika dikenakan surcharge atau biaya tambahan saat pembayaran menggunakan kartu kredit maupun kartu debit kepada bank penyelenggara.

"Surcharge tidak boleh dibebankan kepada konsumen," kata Kepala Tim Implementasi Pengelolaan Uang Rupiah (PUR) Kantor Perwakilan BI Jateng Hendarwan, saat "media gathering BI Jateng" di Denpasar, Bali, Kamis.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran bahwa penyedia barang dan/atau jasa (merchant) dilarang mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada pengguna jasa (pembeli/konsumen).

Diakuinya, mungkin ada beberapa gerai perbelanjaan yang membebankan surcharge dengan alasan berbeda layanan perbankan yang digunakan, tetapi tetap tidak boleh.

"Rata-rata memang nilainya kecil, antara 1-3 persen dari harga barang. Namun, kalau dikalilipatkan besar. Kalau tidak sesuai ketentuan, konsumen bisa menolak," katanya.

Namun, kata dia, bagi konsumen yang sudah telanjur dibebani surcharge bisa melaporkan kepada bank penyelenggara kartu kredit atau debet miliknya.

Baca juga: Bank Mega akan perluas kerja sama sesuaikan gaya hidup nasabah
Baca juga: MNC Bank gandeng FamilyMart meluncurkan kartu kredit "co-branding"


​​​​​​Menurut dia, konsumen yang dibebani surcharge berarti terindikasi mengalami kerugian finansial sehingga bisa melaporkan gerai tersebut kepada bank penyelenggara.

"Ada sanksinya, mulai surat teguran, hingga penghentian atau pencabutan layanan ADC (administrasi kredit) dari bank yang bersangkutan," katanya.

Karena itu, ia mengimbau pemilik gerai belanja untuk tidak membebankan surcharge kepada konsumen meski berbeda layanan perbankan yang digunakan.

"Apabila tidak ada kesepakatan dengan konsumen, misalnya sudah mengadu tetapi tidak puas, bisa mengadu ke BI," katanya.

Layanan pengaduan BI bisa disampaikan melalui nomor telepon "131" yang memiliki tiga fungsi, yakni edukasi, konsultasi, dan fasilitasi.

"BI bisa memfasilitasi, mempertemukan konsumen dengan penyelenggara, atau mediasi. Kalau masih tidak puas bisa ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS). Di BI masih digodok, tetapi biasanya (aduan, red.) sudah selesai di fasilitasi," katanya.

Baca juga: BI DKI terima 524 aduan terbanyak terkait etika penagihan kartu kredit
Baca juga: Pengaduan meningkat, OJK terima 14.088 aduan via APPK hingga Desember

 

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Budhi Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2024