Ambon (ANTARA) - Indonesian Regional Science Association (IRSA) atau asosiasi saintis Indonesia bersama Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Maluku, menggelar konferensi internasional terkait upaya menekan kemiskinan di Maluku.

"Melihat kondisi wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi kita pilih topiknya adalah tentang ketimpangan regional dan bagaimana mengukur dampak kemiskinan di wilayah kepulauan," kata koordinator IRSA untuk Maluku Wardis Girsang di Ambon, Sabtu.

Hal itu dikatakannya dalam pra konferensi internasional IRSA di Kota Ambon.

Ia menjelaskan bahwa dua topik tersebut dirasa penting karena wilayah Maluku merupakan kepulauan yang berbeda dengan kontinental di kawasan barat Indonesia yang tentunya memiliki strategi pembangunannya yang juga berbeda.

"Jadi terkait penanggulangan kemiskinan di pulau-pulau kecil seperti Maluku ini juga unik ya. Hal itu karena banyak faktor yang kita tahu seperti logistiknya mahal, aksesnya sulit, jadi kita butuh strategi pemikiran yang bagus," tuturnya.

Senada dengan hal itu Senior Advisor Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Vivi Alatas mengemukakan bahwa inti dari konferensi yang akan berlangsung hingga dua hari ke depan itu adalah permasalahan kompleks terkait kemiskinan dan ekonomi di Maluku.

"Seringkali kita temukan bahwa intervensi program bisa jadi di daerah A berhasil di daerah B tidak berhasil. Dalam satu daerah pun terhadap kelompok A berhasil belum tentu pada kelompok B berhasil," ucapnya.

Oleh karena itu, kata dia, IRSA mengakui bahwa ada permasalahan yang beda antarwilayah, dan dibutuhkan saling belajar untuk mengetahui cara-cara tentang bagaimana melakukan kebijakan berbasis bukti untuk menanggulangi kemiskinan.

Baca juga: IRSA 2018 tetapkan lima kabupaten-kota dengan keselamatan jalan terbaik
Baca juga: FMIPA Unpatti kembangkan situs jurnal bertaraf internasional


"Kita perlu benar-benar melihat masalahnya apa dan dampaknya apa dari program yang kita lakukan," katanya.

"Oleh karena itu hari ini yang kita lakukan adalah belajar mengenai evaluasi dampak untuk melihat kalau ada suatu program yang dilakukan pemerintah dampaknya seperti apa, misalnya kemiskinan Maluku, kita perlu tahu apa yang menyebabkan itu, ada program mana yang berhasil dan mana yang perlu ditingkatkan," tambahnya.

Ia menegaskan bahwa dalam menangani kemiskinan di Maluku harus ditemukan cara konkret yang dirancang dengan baik, memiliki program statistik yang baik serta ekonometrik yang baik untuk menghasilkan yang baik pula.

"Kalau memang ternyata bagus perlu ditingkatkan tetapi kalau kurang ya jangan dilakukan," katanya.

Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku, mencatat bahwa penduduk Maluku memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan pada Maret 2024 adalah sebesar Rp 713.503 per kapita per bulan.

Dengan memperhatikan komponen garis kemiskinan yang terdiri atas garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan bukan makanan (GKBM), tercatat bahwa peranan komoditas makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2024 sebesar 73,42 persen.

Konferensi internasional IRSA akan berlangsung pada 13-15 Juli 2024 dan dihadiri oleh sebanyak 250 saintis dan pakar ekonomi dari seluruh Indonesia dan mancanegara.

Nantinya pokok-pokok pikiran yang dihasilkan dari konferensi itu akan direkomendasikan untuk menjadi bahan acuan penanggulangan kemiskinan di Maluku selama beberapa tahun ke depan.

Pewarta: Ode Dedy Lion Abdul Azis
Editor: Indra Gultom
COPYRIGHT © ANTARA 2024