Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bisa saja membatalkan pasal-pasal dalam draf Qanun Jinayat jika perda tersebut melanggar peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau hak asasi manusia (HAM), kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan, di Jakarta, Senin.

"Nanti di Pusat akan ada evaluasi terhadap draf Qanun, kalau bertentangan dengan undang-undang atau peraturan di atasnya dan mengganggu kepentingan masyarakat umum termasuk melanggar HAM, Qanun itu bisa saja dibatalkan oleh kami (Kemendagri)," kata DJohermansyah di Gedung Kemendagri.

Terkait perda tentang Hukum Jinayat (pidana) yang akan diberlakukan untuk semua warga di Aceh, baik yang beragama Islam maupun non-Islam, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan pihaknya belum mendapat laporan tersebut dari Gubernur Aceh Zaini Abdullah.

"Saya belum mendapat laporan itu," kata Gamawan.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara Komisi G DPRD Aceh dengan elemen masyarakat terkait pembahasan Rancangan Qanun Hukum Jinayat dan Raqan Syariat Islam di Banda Aceh, Sabtu (6/9), terungkap bahwa ketentuan Qanun Hukum Jinayat tersebut berlaku bagi warga non-Muslim.

Artinya, warga non-Muslim yang melakukan pelanggaran hukum syariat Islam, termasuk perbuatan jarima, akan mendapatkan hukuman sesuai dengan yang diatur dalam Qanun tersebut.

Dalam pasal 3 Qanun tersebut dijelaskan perbuatan jarima meliputi khamar (minuman keras), maisir (judi), khalwat (perbuatan tersembunyi antara 2 orang berlainan jenis yang bukan mahram), ikhtilath (bermesraan antara dua orang berlainan jenis yang bukan suami istri), zina, pelecehan seksual, dan pemerkosaan. Selain itu juga qadzaf (menuduh orang melakukan zina tanpa dapat mengajukan paling kurang 4 saksi), liwath (homo seksual) serta musahaqah (lesbian).

Hukuman bagi para pelaku jarima tersebut adalah cambuk atau denda yang berupa emas atau penjara, tergantung dari tingkat kesalahan.

Hukuman paling ringan adalah cambuk sebanyak 10 kali atau denda 100 gram emas atau penjara paling lama 10 bulan, yang diberikan kepada warga yang berbuat khalwat.

Sedangkan hukuman yang paling berat, seperti pelaku perkosaan, dapat dijatuhi hukuman cambuk sebanyak 150 kali atau denda 1.500 gram emas atau penjara 150 bulan.

(F013)

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © ANTARA 2014