Banda Aceh (ANTARA News) - Sebanyak 11 lembaga internasional, nasional dan daerah akan memantau pelaksanaan pilkada gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota wakil walikota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang berlangsung serentak 11 Desember 2006. Ketua Kelompok Kerja Pemantau di Komisi Independen Pemilihan (KIP) NAD, Ikhwanussufa di Banda Aceh, Selasa, menyatakan, ke-11 lembaga tersebut sudah mendapat akreditasi dan berhak untuk melakukan pemantauan Pilkada di seluruh kabupaten/kota di Aceh. Lembaga pemantau asing adalah Uni Eropa (European Union Election Observation Mission), International Republican Institute (IRI), Asian Networking For Free Election (ANFREL), National Demokratic Intitute (NDI), Pemerintah Amerika, Local Government Suport Program (LGSP). Kemudian pemantau nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR), Komite Independen Pemantau Pemilihan (KIPP), sedangkan pemantau lokal adalah Forum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aceh, Aceh International Recovery Program, dan I-Card. Dengan hadirnya para pemantau tersebut, maka Pilkada di Aceh sedikitnya akan dipantau oleh sekitar 6.000 lebih pemantau, sehingga pelaksanaan Pilkada Aceh akan lebih adil, jujur, dan damai. Ia menyatakan, idealnya pemantau Pilkada di Aceh sebanyak 10.000 orang, dengan adanya pemantau asing dan lokal, maka sekitar 60 persen akan terpenuhi. Pada bagian lain, Ikhwanussufa menyatakan, pemantau baik asing maupun lokal harus merupakan lembaga pemantau pemilihan. "Perwakilan negara asing dapat melakukan pemantauan dengan bergabung dengan lembaga pemilihan negara yang bersangkutan," tambahnya. Ia mencontohkan, negara asing dari Uni Eropa dapat melakukan pemantauan pemilihan apabila bergabung dengan European Union Election Observation Mission atau negara dari Asia bergabung dengan ANFREL. Mereka wajib memiliki visa kunjungan sosial budaya khusus pemantau Pilkada NAD yang dikeluarkan setelah dilakukan penelitian dokomen lembaga pemantau asing tersebut. "KIP hanya melakukan akreditasi calon pemantau asing berdasarkan penetapan Menlu," jelasnya. Hal penting lainnya menurut Ikhwan, adalah pemantau asing yang menggunakan tenaga lokal sebagai tenaga pembantu, harus merekrut orang-orang yang juga tergabung dalam lembaga pemantau lokal yang sudah berpengalaman dan telah terakreditasi oleh KIP. Selain itu pekerja kemanusian asing yang telah ada di Aceh tidak dibenarkan bergabung dengan lembaga pemantau asing. "Para pekerja kemanusian masih sangat kita butuhkan," ujar Ikhwanussufa. Hal yang sama berlaku untuk jurnalis asing. "Selama mereka masuk sebagai jurnalis tidak ada persoalan," tambahnya. Ada tiga jenis pemantau asing, pemantau asing biasa, pemantau asing diplomat, dan pembantu pemantau asing yang nantinya dibedakan oleh tanda pengenal yang dikeluarkan KIP. Untuk pemantau asing diplomat akan diberi pengamanan oleh polisi sedangkan pemantau lain oleh Linmas. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006