Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 15 persen remaja usia 10 tahun hingga 24 tahun di Indonesia, yang jumlahnya mencapai 62 juta, telah melakukan hubungan seksual di luar dan pra-nikah, demikian hasil penelitian Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). "Fakta itu cukup memprihatinkan, tapi yang lebih mengejutkan lagi pengalaman seksual mereka rata-rata terjadi pada usia belasan tahun," kata Ketua Pengurus Nasional Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Rizal Malik, di Jakarta, Jumat. Hasil penelitian yang dilakukan PKBI di kota Palembang, Kupang, Tasikmalaya, Cirebon dan Singkawang pada 2005 itu juga menunjukkan bahwa jumlah remaja yang melakukan hubungan seks di luar nikah cukup tinggi. Hasil penelitian itu, menurut dia, menunjukkan bahwa 9,1 persen remaja telah melakukan hubungan seks dan 85 persennya melakukan hubungan seks pertama mereka pada usia 13 hingga 15 tahun dengan pacarnya di rumah mereka. Menurut dia, kondisi itu cukup mengawatirkan lantaran prilaku tersebut dapat menyebabkan kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) yang selanjutnya memicu praktek aborsi tidak aman. Lembar fakta yang diterbitkan oleh PKBI bersama Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Fund for Population Activities/UNFPA) dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa setiap tahun ada sekira 15 juta remaja berusia 15 hingga 19 tahun melahirkan. Setiap tahun, lembar fakta tersebut mencatat, sekira 2,3 juta kasus aborsi juga terjadi di Indonesia dan 20 persennya dilakukan oleh remaja. "Dalam pengertian moral tentu kita tahu simpulan dari fakta tersebut, tapi yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah dampak dari perilaku tersebut terhadap kesehatan reproduksi remaja, terutama remaja perempuan," kata Rizal. Oleh karena itu, ia mengemukakan, masalah serius itu harus mendapatkan penanganan serius oleh pemerintah maupun masyarakat. Langkah efektif yang harus dilakukan untuk mencegah kejadian tersebut, kata dia, adalah dengan mendekatkan akses informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi terutama kepada perempuan dan remaja. Peningkatkan akses informasi dan layanan kesehatan reproduksi tersebut, menurut dia, diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan reproduksi. "Itu penting karena dengan bekal informasi yang cukup tentu mereka dapat mengambil keputusan yang tepat tentang segala hal yang berkenaan dengan kesehatan reproduksi mereka," katanya. Sebagai organisasi masyarakat yang memiliki cabang di 249 kabupaten di 26 provinsi, kata dia, PKBI dalam hal ini juga turut berkontribusi dalam penyediaan dan penyebarluasan informasi mengenai kesehatan reproduksi bagi perempuan dan remaja. "Kita punya klinik dan pusat kepemudaan yang menyediakan layanan kesehatan dan informasi tentang kesehatan reproduksi," katanya. PKBI juga terus mengupayakan program-program perlindungan dari praktik aborsi tidak aman bagi perempuan, demikian Rizal Malik. (*)

Pewarta: rusla
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006