Jakarta, 14/6 (ANTARA) - Ketua Umum PPP Suryadharma Ali minta pengusaha kelapa sawit dan pengolah kelapa sawit (CPO) agar memiliki hati nurani dalam berbisnis dengan memperhatikan situasi dalam negeri dan daya beli masyarakat di tanah air. "Naiknya harga CPO (crude palm oil) di pasar Internasional bukan berarti mereka juga menaikkan harga jual CPO di pasar domestik. Cara seperti ini tidak bisa dilakukan tanpa melihat kondisi ekonomi masyarakat pada umumnya," ujar Suryadharma Ali yang juga Menteri Koperasi dan UKM di Jakarta, Kamis. Karena itu, pengusaha CPO diminta untuk menurunkan harga jual minyak makan di pasar domestik, karena mereka dibutuhkan untuk bisa memberikan kemaslahatan kepada masyarakat. Dengan harga jual CPO di pasar Internasional yang cukup tinggi, pengusaha CPO sebenarnya sudah mendapat keuntungan yang cukup banyak. Hendaknya keuntungan ersebut harus bisa memberikan kemaslahatan kepada masyarakat dimana usaha mereka berlokasi. Misi sosial ini perlu dimiliki oleh pengusaha CPO. Kalau misi tidak dijalankan dikuawatir masyakarat lokal bisa bertindak anarkis sehingga kerugian tidak hanya diderita oleh pengusaha CPO sendiri tapi juga oleh negara. Menurunkan harga minyak makan sampai ke level yang wajar sudah merupakan tindakan positif yang mengandung misi sosial, tegasnya. Tapi ia juga tidak menutup kemungkinan adanya praktek curang yang dilakukan oleh pedagang dengan penimbunan stok barang agar dapat meraih untung besar dengan naiknya harga jual di pasar. Dalam kondisi seperti ini, hendaknya pengusaha CPO yang memproduksi minyak makan hendaknya mau melakukan operasi pasar bekerjasama dengan Pemda setempat, sehingga masyarakat dapat membeli minyak makan dengan harga wajar. Sementara itu, para pedagang pengecer sampai hari ini (Juni 13) di Sumatra Utara yang merupakan propinsi di Indonesia yang paling besar menghasilkan CPO dan minyak makan di Indonesia dilaporkan menjual minyak makan seharga Rp10,000 per kilo. Sebelumnya Gubernur Sumut Rudolf M Pardede memerintahkan Dinas Perindag untuk meningkatkan pengawasan terhadap distribusi minyak goreng guna menghindari terjadinya penimbunan yang bisa menimbulkan kelangkaan. "Melihat banyaknya stok, harusnya minyak goreng di Sumut tidak ada masalah dan bisa lebih murah, apalagi sudah ada operasi pasar dan program stabilisasi harga (PSH) minyak goreng dengan pasokan secara rutin setiap hari ke kecamatan," kata Rudolf, tapi kenyataannya tidak begitu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007