Denpasar (ANTARA News)- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar menggelar aksi solidaritas dan doa bersama untuk Ridwan Salamun, wartawan Sun TV yang tewas dibunuh saat meliput kerusuhan di Tual, Maluku Tenggara.

"Kami AJI Denpasar mengutuk keras dan prihatin atas terbunuhnya wartawan Sun TV saat melakukan tugas jurnalistiknya di Tual," kata Ketua AJI Denpasar Rofiqi Hasan di Denpasar, Bali, Sabtu.

AJI Denpasar juga mendesak pihak kepolisian segera dapat mengusut tuntas dan menindak tegas para pelaku yang menyebabkan Ridwan tewas pada Sabtu (21/8) pagi sekitar pukul 08.00 WIT, saat korban meliput bentrokan antarwarga Kompleks Banda Eli dan warga Dusun Mangun, Desa Fiditan, Kota Tual.

"Bersama kawan-kawan AJI dan para jurnalis dari wadah lain di Bali, kami akan melakukan aksi solidaritas sebagai wujud keprihatinan atas masih berlangsungnya aksi kekerasan terhadap insan pers," ujar Rofiqi.

Aksi rencananya dipusatkan di halaman kantor Sun TV Bali di Jalan Diponegoro Denpasar, Minggu (22/8) pukul 12.00 Wita.

"Kami para jurnalis di Bali akan menggelar aksi solidaritas dan doa bersama untuk almarhum teman kami Ridwan Salamun yang tewas dibunuh," ujar Rofiqi.

Menurut dia, aksi brutal tersebut menunjukkan betapa masyarakat masih belum bisa menjauhkan diri dari cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan sebuah persoalan.

Kejadian itu juga semakin menyadarkan para awak media massa terhadap kemungkinan munculnya risiko besar yang mengancam keselamatan diri saat mereka bertugas.

"Kami juga berharap perusahaan pers tempat Ridwan bekerja bisa memberi perhatian kepada keluarga yang ditinggalkan," ujar Rofiqi mengharapkan.

Hal yang sama juga disampaikan mantan Ketua AJI Denpasar PK Yanes Setat yang mengaku terkejut atas munculnya insiden yang dapat memperburuk sendi kehidupan pers di Indonesia.

"Ini sungguh memperburuk kehidupan pers, sekaligus menambahkan jumlah wartawan yang telah menjadi korban aksi kekerasan," katanya, geram.

Seiring dengan itu, Yanes yang kerap tampil memberi pelatihan mengenai keselamatan wartawan di medan konflik, mengharapkan kejadian itu dapat dijadikan pelajaran bagi semua pihak, khususnya insan pers saat melaksanakan tugas di lapangan.

Perlindungan yang diperoleh wartawan melalui Undang Undang No.40/1999 tentang Pers, belum dirasakan cukup menjamin keselamatan jurnalis saat menjalankan tugas, terutama ketika meliput peristiwa di medan yang berbau kekerasan dan konflik.

Sehubungan dengan itu, Yanes menyebutkan kewaspadaan yang ditambahkan dengan kemampuan profesionalisme dalam menganalisis setiap ancaman yang mungkin timbul di medan tugas, mendesak dibutuhkan oleh setiap insan pers.(*)

(ANT-166/R009)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010