Di Auditorium Universitas Cenderawasih, Kabupaten Jayapura, Triyatno mengawali babak snatch 130kg, 135kg dan 137kg dengan sekali kegagalan di percobaan ketiga.
"Karena rekor latihan saya masih 140kg, belum pulih semua. 135kg baru kena tadi sebab ada rasa tertekan juga," kata lifter yang mewakili Indonesia di Olimpiade London 2012.
Deni menutup babak snatch dengan selisih 2kg angkatan barbel yang lebih berat dari Triyatno (133kg, 137kg dan 141kg). "Saya sempat mengalami cedera di otot paha kanan saat percobaan ketiga snatch," kata peraih perak SEA Games XXVI itu.
Baca juga: Diska Oktaviana incar medali emas angkat besi PON Papua
Hanya Eko Yuli Irawan yang menerabas angkatan snatch 143kg secara mulus. Seluruh gerakan dari 135kg, 140kg dan 143kg diperagakan Eko nyaris sempura.
Beranjak ke babak clean and jerk, ketiga lifter berhasil menaklukkan percobaan pertama. Triyatno (163kg), Deni (162kg) dan Eko Yuli Irawan (165kg).
Namun di percobaan kedua, mereka sama-sama gagal. Triyatno gagal di angkatan 168kg sedangkan Deni di 166kg. "Saya sempat gagal juga tadi di percobaan kedua 170kg," kata Eko Yuli Iriawan.
Namun keperkasaan sang peraih medali perak Olimpiade Tokyo 2020 dibuktikan pada percobaan terakhir babak dengan mengangkat barbel seberat 170kg. Capaian itu melampaui kemampuan Deni (166kg) dan Triyatno (169kg).
Eko Yuli Irawan pun berhak menyumbangkan medali emas PON Papua untuk Jawa Timur dengan mengumpulkan total angkatan seberat 313kg (snatch 143kg dan clean and jerk 170kg).
Triyatno di posisi kedua dengan raihan medali perak untuk Kalimantan Timur setelah mengakumulasi beban angkatan 304kg (snatch 135kg dan clean and jerk 169kg).
Sementara Deni yang mewakili Bengkulu harus puas atas medali perunggu dengan mengumpulkan total angkatan seberat 303kg (snatch 137kg dan clean and jerk 166kg).
Copot sepatu
Kejutan lain dalam laga final para lifter dunia diperagakan Deni dengan mencopot sepatu di atas panggung usai menaklukan angkatan 166kg clean and jerk.
Aksi tersebut menandai keputusan atlet peringkat kesembilan kelas 67 kilogram putra Olimpiade Tokyo itu untuk pensiun dari karir sebagai lifter.
Deni menyebut medali perak SEA Games XXVI dengan total angkatan 310 kg menjadi capaian tertinggi selama berkarir.
"I'm done!. Silakan terjemahkan sendiri. Saya melihat cedera kaki kanan saya. Ada cedera bahkan sebelum saya ikut di Olimpiade," katanya.
Baca juga: Lampung raih emas angkat besi PON Papua kelas 61kg
Deni kerap merasa kesakitan di bagian otot kaki yang menjalar hingga ke tulang sendi. Rasanya seperti tersengat aliran listrik.
Kendala itu pula yang menyebabkan Deni sempat terkapar di panggung usai mengangkat barbel seberat 166kg di babak clean and jerk
"Makanya di angkatan ketiga seperti kata pelatih, apapun yang terjadi bahkan sampai terkapar, harus mati-matian saya jalani," katanya.
Usai mendeklarasikan diri pensiun sebagai atlet, Deni mulai merintis karir sebagai pelatih dengan mendirikan tempat latihan angkat besi di daerah kelahirannya, Bogor, Jawa Barat.
"Saya berobsesi membawa angkat besi sama lah derajatnya sama bulu tangkis dan sepakbola," katanya.
Naik kelas
Pertemuan para Olimpia di ajang PON Papua bagi Eko Yuli Irawan seperti ajang silaturahmi persaudaraan atlet Indonesia. Meski masing-masing tampil sekuat tenaga di atas panggung, namun mereka kembali bersaudara di luar pertandingan.
Pertemuan tersebut merupakan debut Eko Yuli Irawan di kelas 67kg putra angkat besi setelah selama ini konsisten tampil di kelas 61kg.
"Saya bersyukur lawannya sama-sama Olimpian. Mereka yang sebenarnya punya nomor. Tapi saya naik dari kelas 61kg ke 67kg di PON ini. Tapi kalau untuk internasional saya fokus 61kg. Kalau nasional lihat kondisinya," katanya kepada Antara.
Eko mengatakan medali di PON Papua sudah sejak awal menjadi incaran. "Kita targetkan medali. Tapi kita terjun ke kelas orang lain (67kg) bukan biasanya kita," katanya.
Pertemuan lifter terkuat di Tanah Air itu telah menambah semarak gelaran PON di Bumi Cenderawasih. Bagi mereka, ajang olahraga akbar merupakan momentum memperkuat tali persaudaraan antar anak bangsa.
"Di pertandingan ok kita fight, tapi di luar itu kita seperti saudara. Kita bersaing hanya di atas panggung supaya tidak ada ketersinggungan dan siapapun berhak untuk menang," kata Eko menutup pembicaraan.
Baca juga: KONI ingin panahan seperti bulu tangkis dan angkat besi
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2021