Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Geoinformatika BRIN Rizatus Shofiyati mengatakan pemanfaatan kecerdasan buatan dalam teknologi penginderaan jauh atau remote sensing memiliki akurasi tinggi untuk memetakan kondisi lahan pertanian di Indonesia.

"Selama ini akurasi artificial intelligence pada remote sensing tinggi semua," ujarnya dalam lokakarya bertajuk "Geoinformatika untuk Ketahanan Pangan" yang dipantau di Jakarta, Kamis.
 
Rizatus mengungkapkan teknologi penginderaan jauh saat ini sudah mencapai tahap resolusi tinggi, revisit time semakin cepat, konstalasi satelit, satelit mikro dan nano, platform data sharing banyak, mapping engine banyak, hingga drone mudah diperoleh.

Baca juga: BRIN pakai teknologi penginderaan jauh pantau lahan pertanian
 
Sebelum memakai data penginderaan jauh, luas lahan baku sawah di Indonesia tidak akurat. Setiap kementerian/lembaga punya data yang berbeda.
 
Pada 2018, data lahan baku sawah di Indonesia mencapai 7,1 juta hektare yang tadinya 8,1 juta hektare.
 
Pemerintah lantas membuat data lahan baku sawah menggunakan teknologi penginderaan jauh. Data lahan baku sawah sangat berpengaruh terhadap produksi beras dan estimasi kebutuhan sarana produksi pertanian.

Pada Desember 2019, sinergi dan koordinasi antar-eselon I lingkup Kementerian Pertanian dengan BIG dan ATR/BPN mencatat luas lahan baku sawah di Indonesia sebanyak 7,46 juta hektare.
 
Berdasarkan data United States Department of Agriculture (USDA) 2024, Indonesia termasuk negara pengonsumsi beras nomor empat terbanyak di dunia berada bawah China, India, dan Bangladesh.
 
Rizatus menuturkan bahwa program-program diversifikasi pangan harus ditingkatkan supaya tidak impor beras mengingat data produksi dan konsumsi beras di Indonesia minus.
 
"Pada 2023, produksi sebanyak 34 juta ton dan konsumsi mencapai 35,7 juta ton. Ini dari mana untuk menambah defisit kalau tidak impor?" ucapnya.
 
Lebih lanjut, dia mengatakan Indonesia sebetulnya punya upaya untuk menaikkan produksi beras melalui berbagai teknologi dan inovasi, baik itu melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.

Baca juga: BRIN kembangkan teknologi inderaja berbasis kecerdasan artifisial

Baca juga: BRIN gandeng BGS manfaatkan teknologi penginderaan jauh mitigasi gempa
 
Bahkan, iklim juga sangat berpengaruh terhadap produksi beras, seperti kekeringan dan banjir.
 
BRIN mengembangkan layanan geoinformatika untuk memuat semua data dalam satu peta yang dapat menggambarkan di mana saja daerah yang memiliki ketahanan pangan, sehingga pemangku kepentingan dapat segera melakukan intervensi untuk meningkatkan ketahanan pangan di sana.
 
Teknologi penginderaan jauh dipakai untuk mendukung Indonesia mewujudkan target ketahanan pangan dan kemandirian pangan secara nasional.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Endang Sukarelawati
COPYRIGHT © ANTARA 2024