Pangkalpinang (ANTARA) - Tim Direktorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) berupaya melakukan penelusuran aset secara masif dalam kasus tindak pidana korupsi eksplorasi timah secara ilegal, guna mengembalikan kondisi seperti semula.

Dalam keterangan resmi yang diterima ANTARA di Pangkalpinang, Selasa, Jampidsus Febrie Adriansyah mengatakan saat ini Tim Penyidik sudah melakukan berbagai penyitaan terhadap aset perusahaan berupa 53 unit ekskavator, 5 unit smelter, dan 2 unit bulldozer.

Hal itu dilakukan bukan semata-mata untuk menghentikan proses eksplorasi timah oleh masyarakat yang mengakibatkan masyarakat kehilangan pekerjaannya. "Namun yang perlu dipahami bahwa proses penegakan hukum untuk menuju tata kelola pertimahan ke depan menjadi lebih baik," kata Febrie.

Menurut dia, beberapa proses yang dilalui tentu akan mengakibatkan dampak negatif kepada masyarakat dan pekerja, tetapi hal itu hanya bersifat sementara karena tim dari Jampidsus dan Badan Pemulihan Aset dalam rangka mencari solusi agar penyitaan dalam proses penegakan hukum dapat dijalankan dan masyarakat bisa bekerja serta pendapatan negara juga tidak terganggu.

"Hari ini kita kumpulkan pemangku kepentingan terkait, termasuk pemerintah daerah, PT Timah Tbk, sebagai bukti menunjukkan betapa seriusnya kejahatan yang dilakukan pada perkara yang sedang ditangani ini," ujarnya.

Penindakan yang dilakukan oleh Jampidsus semata-mata untuk kepentingan pengembalian dan pemulihan lingkungan seperti semula walaupun dengan dampak yang begitu luas dan menghabiskan biaya yang besar.

Selain itu, Jampidsus juga berupaya membangun tata kelola pertimahan sebagai bagian dari manajerial BUMN menjadi lebih baik.

Dengan upaya tersebut, pendapatan atau hak negara menjadi lebih terukur. Tak hanya itu, tata kelola yang baik akan mewujudkan iklim investasi yang baik juga, yang tentunya juga menjadi harapan semua orang.

Dalam kasus tindak pidana korupsi eksplorasi timah secara ilegal, tentu dampaknya diperhitungkan sebagai bagian dari perekonomian negara, dan bukan semata-mata hanya untuk "recovery asset" atau mengembalikan hak negara dari timah yang diambil secara ilegal sebagai uang pengganti, tetapi lebih menitikberatkan pada perbaikan/rehabilitasi kepada pelaku korupsi yang dituntut pada tanggung jawab atas kerusakan yang timbul, termasuk dampak ekologinya kepada masyarakat sekitar.

"Kerugian tersebut tidak dapat dibebankan kepada negara semata, maka tujuan "recovery asset" dan lingkungan harus dibebankan kepada pelaku sehingga ke depan juga akan dibebankan kepada pelaku korporasinya," katanya.

Pewarta: Donatus Dasapurna Putranta/Elza Elvia
Editor: Edy M Yakub
COPYRIGHT © ANTARA 2024