Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memandang perlunya sosialisasi kepada masyarakat mengenai sanksi hukum yang lebih berat jika terjadi kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua, agar menimbulkan efek jera.

"Perlu adanya upaya untuk menyosialisasikan sanksi hukum yang lebih berat jika kekerasan terhadap anak dilakukan oleh orang tua, sehingga diharapkan dapat menimbulkan efek jera dan meminimalisir kasus-kasus serupa kembali terjadi di kemudian hari," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar, saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Komnas ajak keluarga jadi ruang aman dari kekerasan dan diskriminasi

Hal ini dikatakannya menanggapi kasus-kasus kekerasan terhadap anak hingga korban anak meninggal yang dilakukan oleh orang tua, yang terungkap baru-baru ini.

Nahar mengatakan bahwa setiap anak memiliki kerentanan, termasuk dapat mengalami kekerasan dari orang tuanya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal.

"Dari dua kasus ini, menggambarkan bahwa orang tua memiliki kecenderungan untuk tidak dapat mengendalikan emosinya dengan baik ketika menerima sebuah pemicu, dimana pemicu tersebut dapat disebabkan berbagai faktor, seperti ekonomi, sosial (kecemburuan, relasi antar pasangan), maupun karakter/gangguan mental," katanya.

Sebelumnya, seorang ayah bernama Rendra Adi Prasetyo (29) melakukan penganiayaan terhadap anak tunggalnya berinisial M (3) yang berujung tewasnya korban di Tulungagung, Jawa Timur, pada Minggu (12/5) malam.

Pembunuhan dilakukan usai tersangka pulang merantau dari Taiwan.

Tersangka diduga mengalami depresi saat bekerja sebagai pekerja migran sehingga tega membunuh anaknya sendiri.

Baca juga: Legislator minta pemerintah perketat akses anak terhadap gim daring

Sementara di Sumatera Utara, juga terjadi kasus kekerasan terhadap anak yang menyebabkan korban anak berinisial A (5) tewas di tangan ayah tirinya, Baginda Siregar (26).

Tersangka Baginda dibantu istrinya yang merupakan ibu kandung korban dan adik pelaku saat membuang jasad korban di Tapanuli Utara untuk menghilangkan jejak.

Peristiwa terjadi 9 Maret 2023 dan baru terungkap setelah ibu korban menyerahkan diri ke polisi pada 6 Mei 2024.

Awalnya, terjadi pertengkaran antara Baginda dan istrinya.

Pertengkaran dipicu karena korban bercerita kepada ayah tirinya bahwa ibunya kerap melakukan panggilan video dengan pria lain.

Sang ibu membantah. Pelaku pun emosi dan menganiaya korban hingga korban tewas.

Baca juga: Lindungi korban, Forum Pengada Layanan diminta kawal DAK NF PPA

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Sambas
COPYRIGHT © ANTARA 2024