Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Budi Sulistiyo mengungkapkan, sinergi lintas kementerian/lembaga merupakan hal penting dalam meningkatkan daya saing produk ikan kaleng, khususnya yang berbahan baku ikan tuna/cakalang, sarden, lemuru, dan mackarel.
 
"Upaya yang sinergi sangat penting agar produksi bisa efisien, sistem jaminan mutu, memperbesar komponen dalam negeri (TKDN), dan memperluas akses pasar," ujar Budi melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
 
Lewat sinergi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Perindustrian, Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM), pemerintah daerah, dan asosiasi diharapkan mampu meningkatkan daya saing produk ikan kaleng, terlebih pemerintah juga memiliki skema fasilitasi insentif bagi perusahaan yang memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) tinggi.
   
Budi menjelaskan sejumlah cara agar produk ikan kaleng Indonesia bisa mengakses pangsa pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat, salah satunya dengan memfasilitasi pengajuan registrasi EU approval number bagi UPI tersertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) grade A.
 
Perluasan akses pasar juga akan dilakukan dengan menghilangkan hambatan tarif ke Uni Eropa dan Amerika Serikat. “Diperlukan negosiasi perdagangan dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk pembebasan tarif bea masuk, sementara pembebasan tarif bea masuk ikan tuna/cakalang kaleng ke Jepang dalam waktu dekat akan diratifikasi,” ujar Budi.
 
Ia optimistis peluang hilirisasi ikan kaleng di Indonesia, mengingat top importir global produk tersebut meliputi Uni Eropa dengan market share 39,3 persen dan Amerika Serikat dengan 14,7 persen, disusul Timur Tengah sebesar 7,5 persen, Jepang 5,3 persen dan ASEAN 3,5 persen.
 
Merujuk data trademap, saat ini Indonesia menduduki posisi ke-8 top eksportir ikan kaleng dunia dengan market share 3,5 persen.
 
"Peluangnya masih sangat terbuka dan selama ini tujuan ekspor ikan kaleng kita masih didominasi ke Arab Saudi, Jepang, Thailand, Amerika Serikat dan Australia," tuturnya.
 
Sebagai salah satu bentuk hilirisasi perikanan, Budi menyebut pengalengan ikan juga berdampak pada ketersediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Merujuk data Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), sekira 20.000 orang bekerja di 40 Unit Pengolah Ikan (UPI) pengalengan skala menengah besar.
 
"Ini baru bicara industri pengolahannya, belum efek ganda dari bahan baku seperti penyediaan kaleng, ikannya, dan lain sebagainya," ujarnya pula.
   
Senada Direktur Pengolahan dan Bina Mutu Ditjen PDSPKP Widya Rusyanto menyebut sinergi menjadi kata kunci dalam memajukan UPI pengalengan mengingat nomor induk berusaha (NIB) produk ikan kaleng tergolong berisiko tinggi. Berdasarkan focus group discussion (FGD) terkait ikan kaleng yang digelar di Banyuwangi, Jawa Timur, beberapa waktu lalu, para pelaku usaha ikan kaleng mengaku bahan pendukung seperti kaleng produksi dalam negeri yang masih terbatas.
 
"Tentu ini harus diimbangi mengingat bahan baku ikan lokal mudah diperoleh dengan harga yang cukup kompetitif," kata Widya.
 
Widya menegaskan produk ikan kaleng merupakan salah satu produk siap saji yang praktis, awet, dan bergizi. "Ikan kaleng aman dikonsumsi, terutama yang sudah tersertifikasi," tutupnya.

Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024