Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menilai Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Fahzal Hendri tidak konsisten dalam memutus perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa mantan Hakim Agung Gazalba Saleh.

Hakim Fahzal Hendri dalam sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/5), mengabulkan nota keberatan dari tim penasihat hukum terdakwa Gazalba Saleh.

Salah satu alasan Majelis Hakim mengabulkan nota keberatan Gazalba, yakni tidak terpenuhinya syarat-syarat pendelegasian penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi sesuai asas single prosecution system (sistem penuntutan tunggal).

"Beliau juga telah juga memeriksa dan memutus di perkara Lukas Enembe dan SYL. Artinya di dua kasus sebelumnya, beliau memutus atas dugaan perkara tindak pidana korupsi yang diajukan oleh jaksa KPK dan kasus-kasus tersebut oleh beliau, diperiksa dan diputus, tidak dipermasalahkan kompetensi atau kewenangan dari jaksa penuntut umum dari KPK," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa.

Ghufron juga mengatakan Hakim Fahzal Hendri pernah menyidangkan sejumlah perkara KPK lainnya dan tidak pernah mempertanyakan soal syarat-syarat pendelegasian penuntutan.

"Jadi kalau saat ini kemudian hakim yang bersangkutan mengatakan bahwa jaksa penuntut umum dari KPK tidak berwenang, maka ada tidak konsisten terhadap putusan putusan terdahulu yang beliau periksa dan beliau putus sendiri," ujarnya.

Padahal, kata Ghufron, berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2019 KPK Pasal 6 huruf a KPK mempunyai tugas pencegahan, huruf b koordinasi, huruf c monitoring, huruf d supervisi, dan huruf e menyelidiki dan huruf f menuntut.

"Jadi KPK telah memiliki kewenangan atribusi oleh pembentuk undang-undang untuk kemudian diberi tugas untuk melakukan penuntutan sehingga tugas yang dilaksanakan oleh KPK itu dasarnya adalah tugas atribusi dari Undang-Undang KPK yaitu Undang-Undang No.19 tahun 2019," kata dia.

Karena nota keberatan Gazalba diterima, Majelis Hakim memerintahkan Gazalba segera dibebaskan dari tahanan, setelah putusan sela diucapkan serta membebankan biaya perkara kepada negara.

Namun Fahzal menegaskan putusan sela yang diberikan majelis hakim tidak masuk pada pokok perkara atau materi, sehingga apabila jaksa penuntut umum (JPU) KPK sudah melengkapi administrasi pendelegasian wewenang penuntutan dari Kejaksaan Agung maka sidang pembuktian perkara bisa dilanjutkan.

"Jadi tidak masuk ke materi apa terdakwa Gazalba salah atau tidak, tidak sampai ke situ. Ini hanya syarat dari tuntutan, mempertimbangkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Agung RI," tuturnya.

Baca juga: KPK ajukan banding atas putusan sela Gazalba Saleh

Baca juga: KY akan telusuri dugaan pelanggaran etik di putusan Gazalba Saleh

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Budi Suyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024