Jakarta (ANTARA) - Teknologi cetak tiga dimensi (3D printing) dinilai mampu mengurangi kesenjangan akses bagi kaum disabilitas agar dapat tetap produktif berkarya dan mendapatkan akses yang setara pada ruang kerja.

Untuk mendukung pemanfaatan teknologi "3D printing", Evolusi 3D, Bhinneka Prostetik dan Tutur Daya mendorong kolaborasi berbagai pihak dalam menciptakan karya-karya inovatif yang dapat membantu orang dengan keterbatasan mobilitas agar dapat tetap produktif berkarya.

"Teman Berkebutuhan Khusus dengan inovasi yang tepat dapat mewujudkan inklusi," kata Ketua Umum Asosiasi Printridi Eric Rudolf Thedjasurya dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Upaya ini didukung oleh Organisasi Junior Chamber Internasional (JCI), Universitas Mercu Buana dan Asosiasi Penerap Printer Tri Dimensi Indonesia (Printridi) menginisiasi Program Equibility: Equity for Disability Through Innovation.

Baca juga: Dinsos Jaksel salurkan 106 alat bantu fisik ke penyandang disabilitas

Dia mengatakan bahwa teknologi 3D Scan dan 3D Print akan mempercepat inovasi teknologi dan keterlibatan profesional lintas bidang menjadi kunci utama keberhasilan. "Keahlian dan pengetahuan yang tepat memastikan bahwa produk yang dihasilkan aman, efektif dan sesuai dengan kebutuhan pengguna," ​​​​​​​katanya.

Eric meyakini kolaborasi lintas bidang dapat menggabungkan keahlian dan ide-ide segar untuk menghasilkan solusi inovatif yang berdampak nyata bagi kehidupan orang lain.

Sekjen Printridi Wisnu Arya Permadi mengatakan, banyak orang yang masih mengira bahwa produk "3D print" hanya sebatas prototipe. Padahal, produk cetak tiga dimensi banyak ditemukan di berbagai bidang, termasuk di alat kesehatan untuk membantu kaum disabilitas.

"Faktanya saat ini di sekitar kita sudah bermunculan produk '3D print' mulai dari mainan, komponen mesin, fesyen hingga alat-alat kesehatan termasuk soket tangan dan kaki palsu untuk kaum disabilitas tuna daksa," kata Wisnu.

Baca juga: Jakut salurkan 100 kursi roda bagi warga disabilitas

Local President JCI Jakarta 2024 Satria Ramadhan mengatakan, Program Equibility sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Social Development Goals/SDGs) ke-10, yakni Mengurangi Kesenjangan Intra dan Antar Negara.

“Program ini bertujuan untuk membuka jalan menuju Indonesia inklusif, dimana setiap orang, termasuk penyandang disabilitas, memiliki kesempatan yang adil untuk berkembang dan berkontribusi dengan bantuan inovasi yang tepat," kata Satria.

Program Equibility yang diluncurkan di Jakarta, akhir Mei lalu, juga menghadirkan workshop bersama sejumlah ahli di bidang "3D printing".

Pemilik Bhinneka Prostetik Joko Suliyarto mengungkapkan teknologi "3D scan" dan "3D print" memiliki potensi yang sangat besar dalam membantu proses pembuatan kaki prostesis yang profesional.

"Dengan terobosan '3D Scanner' yang portabel dan '3D printer', hal itu dapat mempercepat proses pengukuran hingga produksi 'test socket' pada kaki palsu dengan hasil yang presisi dan profesional dan masih banyak potensi untuk pembuatan aksesoris prostesis," katanya.

Baca juga: Dinsos DKI tambah 225 unit alat bantu fisik bagi disabilitas

Sedangkan Direktur PT Rekayasa Teknologi Medis Indonesia Faizal Rezky Dhafin yang fokus pada pembuatan tangan palsu menjelaskan bahwa selama ini yang banyak diproduksi adalah tangan palsu hanya untuk penampilan atau estetika.

Namun dengan kemajuan teknologi juga bisa dibuat tangan palsu untuk fungsional. Setidaknya tangan palsu bisa digunakan untuk memegang dalam meningkatkan produktivitas dalam bekerja sehari-hari.

Namun untuk pergerakan lebih lanjut diperlukan inovasi dalam teknologi karena untuk sistem gerak, misalnya, pergelangan atau jari-jari masih bersifat mekanikal. "Jikapun ada yang menggunakan sistem elektrikal masih tidak tahan air dan sensornya tidak tahan lama," katanya.

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Sri Muryono
COPYRIGHT © ANTARA 2024