Jakarta (ANTARA) -
Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum mengajak seluruh korporasi agar memanfaatkan sumber daya alam guna kemakmuran rakyat.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan pihaknya masih banyak mendapatkan laporan terkait aktivitas korporasi dalam memanfaatkan sumber daya alam secara berlebihan sehingga membawa kerusakan bagi ekosistem lokal, baik lingkungan fisik maupun kesejahteraan masyarakat setempat.
 
“Karena pelaku-pelaku seperti ini merusak hutan kita, merusak lingkungan kita untuk mendapatkan keuntungan secara finansial. Akhirnya kan kalau dibiarkan juga akan mengganggu kehidupan masyarakat yang bersangkutan,” ujar Rasio Ridho dalam webinar bertajuk “Penanganan Lahan Kritis” di Jakarta pada Sabtu.
 
Adapun aktivitas korporasi yang eksploitatif terhadap sumber daya alam itu meliputi penambangan ilegal, pembalakan liar, pembakaran hutan, perburuan dan perdagangan satwa serta aktivitas lain yang menyebabkan kondisi lahan menjadi kritis.  
Lebih lanjut, ia menerangkan tindakan tegas pihaknya terhadap para korporasi yang eksploitatif tersebut tidak hanya menangkap dan memproses secara hukum, namun juga meminta ganti rugi materi dalam bentuk denda guna memulihkan lahan yang telah dirusak.

Ia menyebutkan gugatan denda ganti rugi dari KLHK yang telah dikabulkan oleh Mahkamah Agung sejauh ini senilai lebih dari 20 triliun yang digunakan guna pemulihan lahan kritis.
 
Oleh karena itu, Rasio juga meminta masyarakat untuk aktif memantau dan melaporkan aktivitas eksploitatif sumber daya alam di sekitar mereka hingga memantau proses penindakan terhadap para pelaku perusakan lingkungan hidup, baik individu maupun korporasi.
 
“Kami harapkan teman-teman bisa memonitor melalui sosmed dan menyampaikan kalau ada putusan-putusan pengadilan yang membebaskan atau yang hukumannya rendah terhadap para pelaku kejahatan lingkungan hidup. Kami harapkan hukuman terhadap pelaku penambangan ilegal, misalnya secara maksimal ya penjara selama 10 tahun dan bisa denda 10 miliar,” jelasnya.

Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Triono Subagyo
COPYRIGHT © ANTARA 2024