Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menilai pemerintah daerah (Pemda) harus menjadi garda terdepan yang responsif dalam pengawasan anak terlibat dalam pekerjaan terburuk.

"Untuk itu, salah satu yang konkretnya perlu dilakukan saat ini adalah menyusun regulasi, rencana aksi penghapusan bentuk pekerjaan terburuk pada anak dan melaksanakannya," kata dia di Jakarta, Jumat.

Ia menjabarkan, regulasi atau peraturan yang mengatur penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk pada anak (di bawah usia 18 tahun) tertuang dalam peraturan daerah Kota Layak Anak.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan KPAI baru-baru ini telah mendapati secara nasional sebanyak 72 persen pemerintah daerah sudah memiliki regulasi atau peraturan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk pada anak. Namun, lebih dari 50 persen dari jumlah pemerintah daerah tersebut belum memiliki rencana aksi.

Baca juga: KPAI soroti jumlah anak putus sekolah masih tinggi

Sementara KPAI mencatat hingga saat ini ada sekitar 1,5 juta anak masuk kategori pekerja anak dan 58 persennya mengalami peristiwa eksploitasi, hingga rentan jadi korban perdagangan orang.

Pihaknya mengklasifikasikan beberapa sektor pekerjaan terburuk pada anak. Seperti sektor informal; anak yang dilacurkan, anak jalanan, anak pemulung, pekerja rumah tangga anak, anak yang dipekerjakan sektor pertanian, dan juga sektor formal di perusahaan.

Atas dasar tersebut maka, kata dia, KPAI mendorong pemerintah daerah untuk segera menyusun regulasi tersebut karena menjadi dasar dalam melakukan intervensi seperti penarikan anak yang diperkerjakan di perusahaan-perusahaan.

"Baru 28,6 persen Disnaker di provinsi yang ada program penarikan pekerja anak di perusahaan, di antaranya Disnaker Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Barat," ujarnya.

Menurut dia, regulasi penghapusan bentuk pekerjaan terburuk pada anak juga akan memperkuat dasar penindakan oleh aparat kepolisian untuk menimbulkan efek jera pada pelaku yang diduga mengeksploitasi anak secara sistematis.

Hal demikian cukup banyak ditemukan oleh KPAI berdasarkan aduan dari masyarakat. Salah satunya seperti dugaan eksploitasi pada siswa SMK oleh hotel berbintang empat di Bekasi, yang diduga memperkerjakan anak dengan jadwal masuk lima hari + dua hari kerja over time sehingga pulang malam (13-15 jam) dibalut dengan praktik kerja lapangan.

Baca juga: EU, ILO dan UNICEF luncurkan program bagi pekerja anak di Sabah
Baca juga: KemenPPPA: Pendataan regional untuk tanggulangi isu pekerja anak

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Triono Subagyo
COPYRIGHT © ANTARA 2024