Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Mohammed Rycko Amelza Dahniel mengatakan terjadi perubahan tren pola serangan terorisme di tanah air dari pola serangan keras menjadi menggunakan pendekatan lembut.

“Telah terjadi perubahan tren pola serangan terorisme di Indonesia dari hard menuju soft approach of attack,” kata Rycko dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan hal itu bisa tampak dari tidak adanya serangan teroris secara terbuka atau zero terrorist attack sepanjang tahun 2023 hingga Juni 2024.

Namun, menurut dia kondisi tersebut hanya fenomena di atas permukaan saja sebab yang terjadi di bawah permukaan justru terjadi peningkatan konsolidasi sel-sel teror dan proses radikalisasi.

Dia menjelaskan ada tiga indikator yang menunjukkan terjadinya tren peningkatan konsolidasi dan proses radikalisasi di bawah permukaan.

Pertama, terjadi peningkatan penangkapan pelaku teror beserta barang bukti dibandingkan tahun sebelumnya.

"Penyitaan barang bukti senjata api, senjata tajam, jumlahnya jauh lebih besar," katanya.

Kedua, terjadi peningkatan pengumpulan dana (fundraising) dengan menggunakan berbagai cara dan memanfaatkan berbagai momentum, misalnya, lewat modus kotak sumbangan yang ditaruh di sejumlah tempat.

Baca juga: Kepala BNPT paparkan tiga strategi pencegahan terorisme di dunia maya

Baca juga: BNPT: Sejak 2023 hingga Juni 2024 Indonesia "zero terrorist attack"


"Terjadi peningkatan fundraising, pengumpulan dana-dana dengan minta sumbangan dititipkan di masjid, di mushala, bahkan ditaruh di simpangan lampu merah pun jadi uang. Ada gambar gunung meletus, gambar musibah terjadi kejadian, ada orang cacat di foto ditempel di kotak, jadi uang," tuturnya.

Meski demikian, dia menyebut bahwa Densus 88 Polri bersama kementerian/lembaga terkait telah menertibkan ribuan kotak-kotak sumbangan yang ujungnya dikumpulkan untuk mendanai aktivitas terorisme.

Adapun indikator ketiga adalah terjadinya peningkatan proses radikalisasi di kalangan masyarakat Indonesia.

“Di sinilah kami melihat terjadi tren perubahan pola serangan, dari serangan terbuka, open attack, menjadi serangan yang menggunakan radikalisasi kepada generasi muda penerus bangsa. Jadi sel teroris ini, dengan para tokoh-tokoh intelektualnya, paham betul Indonesia tidak bisa dihancurkan dengan serangan open attack,” tuturnya.

Dia menilai perubahan tren pola serangan terorisme di tanah air dari keras menjadi melalui pendekatan lembut karena para aktor intelektual teroris memahami kondisi masyarakat Indonesia yang cenderung tidak menyukai kekerasan.

"Para intelektual ini paham betul bagaimana menghancurkan Indonesia, dia ubah. Terjadi shift of paradigm, shift of approach mereka, dari hard attack berubah menjadi soft attack. Jadi ingin menghancurkan Indonesia, hancurkan generasi muda bangsa," ujar dia.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2024