Jakarta (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia mempertanyakan standar moral dugaan praktik penyaluran beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah jalur aspirasi oleh anggota DPR di sejumlah daerah untuk kepentingan elektoral Pilkada 2024 dan lainnya.

"Oh itu banyak. Tak hanya KIP, ada juga beberapa lainnya. Ini yang perlu dipertanyakan, apakah secara moral patut? Bukankah itu sarat dengan konflik kepentingan dan lainnya," kata Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Indraza Marzuki Rais saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

Penegasan itu terkait dengan pernyataan Founder Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pendidikan Fuad Adnan sebelumnya bahwa pihaknya mengkritisi model penyaluran KIP Kuliah jalur aspirasi anggota DPR di sejumlah daerah untuk kepentingan Pilkada 2024 dan elektoral lainnya.

LBH Pendidikan bahkan menyebut cara penyaluran beasiswa berbau politis ini melanggar ketentuan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020 tentang Program Indonesia Pintar.

Indraza melanjutkan, tak hanya secara moral dan etika, praktik semacam itu patut dipertanyakan prosedurnya. "Apakah KIP Kuliah jalur aspirasi oleh DPR ini sudah benar secara prosedur?"

Oleh karena itu, tegasnya, pihak terkait perlu mempertegas dan memperjelas prosedurnya seperti apa.

Ia juga menilai publik seharusnya melakukan perlawanan dengan cara tidak melayani tindakan yang tidak patut ini.

"Sanksinya tentu juga secara moral. Publik bisa saja menghukumnya dengan tidak memilih kepentingan elektoral dari anggota DPR tersebut," tegasnya.

Ditanya, apakah institusi lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi layak melakukan penyelidikan karena potensi penyalahgunaan ini juga menggunakan dana APBN yang nota bene uang rakyat, Indraza enggan berkomentar.

"Itu silahkan, urusan penegak hukum untuk masuk atau tidak. Bagi kami hanya kepentingan moral dan kepatutan," katanya.

Tak tepat sasaran
Sebelumnya, Staf Khusus (Stafsus) Presiden Billy Mambrasar juga mengkritisi program KIP Kuliah ini karena diduga kerap dimanfaatkan untuk kepentingan elektoral anggota DPR dan bahkan kepentingan elektoral keluarganya yang tengah mengikuti momentum pilkada.

“Siapa yang dapat menjamin dan mencegah agar DPR tidak subjektif dan hanya memberikan program KIP Kuliah jalur aspirasi mereka ini, kepada hanya orang-orang yang memilih mereka saat Pileg, atau buruknya, kerabat, serta kenalannya saja,” kata Billy.

Menurut Billy, dirinya khawatir dengan subjektivitas DPR dalam memilih calon pendaftar KIP Kuliah banyak tidak tepat sasaran.

Karena itu, tambahnya, masyarakat Indonesia yang secara ekonomi kurang mampu dan membutuhkan, bakal kehilangan kesempatan untuk mendapatkan manfaat program ini.

Warga Polewali Mandar, Andi Maulana mengeluhkan penyerahan beasiswa KIP Kuliah kepada mahasiswa STIKES Bina Bangsa (BBM) yang dilakukan oleh salah satu Anggota Komisi X DPR, Ratih Megasari Singkaru.

Andi Maulana menilai anggota DPR tersebut seringkali mempolitisasi pemberian beasiswa untuk diri dan keluarganya.

Menurutnya, Ratih bahkan tidak malu mengklaim beasiswa tersebut sebagai beasiswa dari dirinya, padahal anggaran beasiswa tersebut bersumber dari APBN.
Baca juga: Kemendikbudristek siapkan Rp14,69 triliun untuk KIP Kuliah 2025
Baca juga: Komisi VIII minta Kemenag sampaikan anggaran KIP Kuliah secara detail
Baca juga: Anggota DPR: Pengawasan perlu ditingkatkan agar KIP tepat sasaran

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Ganet Dirgantara
COPYRIGHT © ANTARA 2024