Jakarta (ANTARA) - "Selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk dan menyanyi kecil buatmu. aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu, dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam kerja yang sederhana"

Sepenggal bait puisi dari sastrawan Sapardi Djoko Damono yang dikutip dari majalah Basis tersebut sedikit menggambarkan sekilas kisah dari La Memo, atlet dayung putra Indonesia disiplin rowing ​​​​​.

Saat ditemui oleh tim Antara pada Selasa (02/07), La Memo tengah bersiap dengan perahu dan dayungnya di pinggir dermaga. Sejak memasuki pelatihan nasional (pelatnas) PB PODSI pada tahun 2012 lalu, Memo, sapaan akrabnya, telah menjalani kerja yang sederhana selama kurang lebih 12 tahun dengan menaklukkan ombak Situ Cipanunjang, Margaluyu, Pangalengan, Bandung.

Kesetiaan untuk Indonesia ditunjukkan oleh Memo meski harus terpisah jauh dari keluarganya yang menetap dan tinggal di Pulau Osi, Maluku. Kini pria berusia 29 tahun tersebut tengah menatap satu tujuan menaklukkan ombak di Paris untuk membawa bendera Merah Putih berkibar di Olimpiade Paris 2024.

"Kalau di (Olimpiade) Rio kemarin mungkin cuaca bisa cepat beradaptasi, sementara yang lainnya belum bisa di ombak. Kalau sekarang target saya di Olimpiade Paris 2024 lebih baik dari Olimpiade Rio, mungkin masuk babak final," kata La Memo.

Memo nantinya akan bertarung dalam disiplin rowing nomor perseorangan scull (dua dayung) putra. Memo, yang menjadi satu-satunya atlet rowing Indonesia di Olimpiade, menargetkan untuk bisa menembus babak final dan memperbaiki pencapaiannya di Olimpiade Rio 2016 yang hanya mencapai babak perempat final.

Di Situ Cipanunjang, Memo menjalani latihan di bawah tangan dingin pelatih Muhammad Hadris. Meski sebagai satu-satunya atlet rowing Indonesia, Memo menjalani pelatnas tak sendirian karena PB PODSI dan Kemenpora memberikan rekan sparing yakni atlet asal Jawa Barat Rendi Setia Maulana dan atlet asal Maluku Asuhan Pattiiha.


Baca juga: Atlet dayung La Memo lolos ke Olimpiade Paris 2024
Baca juga: La Memo target tembus final di Olimpiade Paris 2024


Halaman berikut: La Memo mutiara Pulau Osi
La Memo mutiara Pulau Osi

Bercerita kilas balik, La Memo pertama kali ditemukan menjadi sosok "mutiara" baru timnas rowing Indonesia pada tahun 2012. Pria yang besar di Pulau Osi, bagian dari Kabupaten Seram, Maluku, diboyong oleh mantan atlet dayung Indonesia Thomas Kunuela yang memperkenalkannya kepada pencari bakat sekaligus pelatih timnas dayung Indonesia asal Belanda, Boudewin van Opstal.

Opstal yang ditugaskan oleh PB PODSI untuk melakukan regenerasi atlet memang sedang menncari bakat ke daerah-daerah timur seperti Ambon, Sulawesi Selatan dan daerah-daerah lainnya untuk membenahi pencapaian prestasi kontingen Merah Putih yang mulai menurun saat itu.

Memo yang saat itu berusia 16 tahun membuat Opstal kepincut. Sang pemandu bakat itu menilai bahwa postur fisik dari Memo mempunyai potensi untuk menjadi salah satu atlet dayung Indonesia.

"Saya tidak punya kemampuan dasar apa pun, mungkin dulu cuma melaut mencari ikan. Dulu ada pencari bakat, pelatih bule (Boudewin van Opstal) itu pertama kali ke Ambon pada 2012 akhir, cari atlet yang berpostur tinggi-tinggi saja, terus saya dibawa oleh pelatih dayung Maluku Utara (Thomas Kunuela) untuk tes tinggi dan tarikan serta fisik terus tiba-tiba dipanggil," tutur La Memo.

Berbekal tekad yang kuat dan postur badan yang tinggi, meski sama sekali tidak tahu menahu mengenai olahraga dayung akhirnya Memo menerima pinangan Opstal untuk mengikuti pelatihan nasional (pelatnas) di Jatiluhur.

"Itu saya sama sekali tidak tahu teknik dasar dayung (saat pertama dipanggil). Itu tiba-tiba di Jatiluhur, kok lihat mendayungnya mundur," kelakar La Memo mengenai kisah awal kariernya terjun di dunia rowing.

Setahun menjalani pelatihan intensif, Memo dengan cepat menjelma menjadi mutiara Pulau Osi. Ia mampu mempersembahkan medali perunggu pada gelaran SEA Games Myanmar 2013. Usai melakoni SEA Games 2013, Memo turun di ajang Asian Games 2014 dengan menempati peringkat ke-14. Lalu di tahun 2015, Memo mempersembahkan dua medali emas untuk Indonesia dalam gelaran SEA Games 2015.

Puncaknya terjadi pada tahun 2016 ketika Memo secara mengejutkan mampu mengamankan satu tiket Olimpiade Rio 2016. Kepastian tersebut diraih Memo seusai menembus babak final nomor single sculls putra Kejuaraan Dayung Asia-Oceania di Chungju, Korea Selatan.

Satu tiket ke Olimpiade Rio 2016 juga menjadi angin segar untuk dayung Indonesia yang mengalami paceklik, tanpa perwakilan atlet dayung sama sekali pada dua edisi Olimpiade. Tim dayung Merah Putih terakhir kali mengirim atlet pada Olimpiade Athena 2004 yang diwakili oleh Pere Karoba. Memo juga menjadi atlet pertama Indonesia di nomor rowing Olimpiade setelah terakhir kali pedayung Indonesia ikut serta di Olimpiade Helsinki, Finlandia pada 1952.

"Memo menurut saya punya bakat alam. Dia orangnya pemalu. Dari sekian banyak atlet saya dalam satu minggu Latihan dengan intensitas tinggi, Memo itu atlet saya yang jarang melakukan kesalahan di latihan kecuali dia sakit," kata pelatih rowing Indonesia, Muhammad Hadris ketika ditanya mengenai impresi dia terhadap Memo.


Baca juga: La Memo harap regenerasi atlet dayung fokus ke tinggi badan
Baca juga: La Memo ungkap punya keterikatan magis dengan Chungju Korsel


Halaman berikut: Ambisi Memo taklukkan ombak Paris
Ambisi taklukkan ombak Paris


Memo yang harus absen dari gelaran Olimpiade Tokyo 2020, kini tampil kembali di gelaran Olimpiade Paris 2024 usai memastikan diri menjadi peringkat kedua di World Rowing Asian & Oceanian Olympic and Paralympic Qualification Regata 2024 di Chungju, Korea Selatan.

Kepastian tersebut diperoleh seusai La Memo finis di urutan kedua dengan catatan waktu 1:43,71 detik, sementara peringkat pertama ditempati atlet dayung Kazakhstan Vladislav Yakovlev membukukan waktu 1:42,78 detik.

Dengan mencapai masa peak performance dan usia yang lebih matang, Muhammad Hadris mengungkapkan bahwa Memo telah dalam kondisi terbaik dan siap menunjukkan performanya untuk menaklukkan ombak Paris.

Memo berambisi untuk memperbaiki catatannya di gelaran Olimpiade Paris 2024 kali ini. Pada gelaran Olimpiade Rio 2016, ia hanya mampu menembus babak perempat final dan menempati posisi ke-16.

Muhammad Hadris menganalisis bahwa kompetitor terkuat Memo di Paris nantinya berasal dari negara-negara Eropa khususnya Jerman, Belanda dan Denmark. Sementara dari benua Asia, Jepang menjadi pesaing terdekat Memo.

"Kalau saya melihat kompetitor Memo sangat-sangat luar biasa karena olahraga rowing ini dari Eropa khususnya Jerman, Belanda dan Denmark. Kalau negara Asia yang mungkin bersaing ya Jepang. Kita mencoba dan memo punya target sendiri dan paling tidak Memo bisa mencapai seperti Olimpiade Rio. Paling tidak kita bisa mencapai final B jadi Memo mencoba untuk ke situ," ujar Haddris.

Haddris berujar bahwa jika berlatih secara intens di Eropa dan ditangani oleh Boudewin van Opstal, maka Memo akan mampu berbicara lebih banyak untuk mengharumkan Indonesia melalui jalur  rowing.



Baca juga: La Memo ingatkan pedayung muda harus memiliki mental tangguh
Baca juga: PODSI Maluku: Corputty dan Memo jadi motivasi atlet Maluku mendunia

Pewarta: Fajar Satriyo
Editor: Dadan Ramdani
COPYRIGHT © ANTARA 2024