Jakarta (ANTARA) - Perum Bulog mengklaim telah menjadi korban tuduhan dugaan "mark up" (menaikkan harga) impor beras dari Vietnam, yang telah dilaporkan salah satu pihak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Akibat laporan yang berusaha membentuk opini buruk di masyarakat tanpa berbasis fakta maka tentunya hal ini telah membuat Perum Bulog menjadi korban," kata Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso dalam keterangan di Jakarta, Minggu.

Widiarso menyampaikan hal itu menanggapi isu dugaan mark up yang dilaporkan oleh Studi Demokrasi Rakyat (SDR) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait dengan penawaran dari perusahaan Vietnam bernama Tan Long Group.

Menurut Widiarso, atas laporan tersebut yang dinilai tanpa ada fakta, maka akan merugikan reputasi perusahaan yang telah dibina oleh Perum Bulog.

"Terutama ketika saat ini perusahaan sedang giat berbenah diri melalui transformasi di semua lini bisnis yang dilakukan," ucapnya.

Dia menganalogikan hari ini pasaran harga beras misalnya Rp12.000 per kilogram (kg). Yang tak pernah mengikuti proses lelang mendadak mengaku bisa menjual beras dengan harga Rp5.000 per kg, tapi tak pernah berniat menjual dan mengirimkan barang tersebut sehingga membatalkan keikutsertaanya pada lelang terbuka.

Menurutnya, jika saja tetap mengikuti lelang terbuka dan menawarkan harga tersebut tetapi gagal dalam menyerahkan barang, maka pihaknya akan mendenda perusahaan asal Vietnam tersebut pasti berupa persentase dari nilai kontrak.

"Sangatlah mudah untuk mengklaim telah menawarkan harga murah, bila barangnya tidak nyata dan tidak pernah diserahkan," tambah Widiarso.

Terpisah, salah satu pakar hukum Shanti Dewi Mulyaraharjani turut menanggapi polemik seputar laporan ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) terhadap Perum Bulog.


Menurut Shanti, bila laporan tersebut tidak berdasarkan bukti maka akan menjadi suatu kebohongan publik, sehingga proses hukum tidak dapat dilanjutkan.

Apalagi menurut Shanti, selama belum inkrah, maka harus mengedepankan asas praduga tak bersalah dan tidak boleh terjadi pembentukan opini yang dapat menyesatkan serta mempengaruhi publik.

Sementara itu, Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto menanggapi tuduhan dugaan mark up (menaikkan harga) impor beras dari Vietnam.

Dia mengungkapkan bahwa perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran harga sejak bidding tahun 2024 dibuka.

"Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini,” kata Suyamto.

Menurutnya, entitas yang bersangkutan pernah mendaftarkan dirinya menjadi salah satu mitra dari Perum Bulog pada kegiatan impor, namun tidak pernah memberikan penawaran harga ke Bulog.

Oleh karena itu, Suyamto menyayangkan tuduhan mark up impor beras tanpa berdasarkan fakta.

Sementara itu, Direktur Transformasi dan Hubungan Antar Lembaga Perum Bulog Sonya Mamoriska mengatakan bahwa pihaknya mendapatkan penugasan untuk mengimpor beras dari Kementerian Perdagangan sebesar 3,6 juta ton pada tahun 2024.

"Pada periode Januari-Mei 2024, jumlah impor sudah mencapai 2,2 juta ton," kata Sonya.

Impor dilakukan oleh Perum Bulog secara berkala dengan melihat neraca perberasan nasional dan mengutamakan penyerapan beras dan gabah dalam negeri.

Sampai akhir Juni, lanjut Sonya, Perum Bulog telah menyerap 800 ribu ton beras dalam negeri dan optimis bisa menyerap 1 juta ton beras, melebihi dari target yang diberikan oleh pemerintah.

"Kami komitmen tetap menjadi pemimpin rantai pasok pangan yang terpercaya sehingga bisa berkontribusi lebih bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dan hal ini tentunya sesuai dengan ke-4 visi transformasi kami yaitu kepemimpinan, kepercayaan, pelayanan terbaik dan kesejahteraan masyarakat,” ucap Sonya.

Baca juga: Perum Bulog tanggapi tuduhan "mark up" harga impor beras
Baca juga: Direktur Rumah Politik Indonesia: DPR bentuk Pansus soal impor beras
Baca juga: Presiden Jokowi: Program bantuan beras dilanjutkan hingga Desember

 

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Biqwanto Situmorang
COPYRIGHT © ANTARA 2024