Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan kenaikan suku bunga global berdampak pada meningkatnya daya tarik kredit perbankan domestik bagi korporasi domestik.

Untuk perbankan di Indonesia, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menuturkan peningkatan suku bunga secara global memberikan dampak yang bervariasi. Meningkatnya suku bunga global ditambah dengan fluktuasi nilai tukar, menyebabkan mahalnya biaya dana dari luar negeri bagi korporasi.

"Dari sisi fungsi intermediasi, hal ini berdampak positif bagi pertumbuhan kredit perbankan Indonesia utamanya dari sisi kredit produktif karena dari daya tarik kredit perbankan domestik akan semakin menarik bagi korporasi domestik," kata Dian di Jakarta, Senin.

Kenaikan suku bunga global utamanya Fed Funds Rate (FFR) membuat investasi di US Treasury Bond menjadi lebih menarik karena imbal hasil (yield) yang ditawarkan semakin tinggi, dan hal itu juga didukung suku bunga deposito dolar AS di Amerika Serikat (AS) yang dapat mencapai 5,25 persen sampai dengan 5,75 persen.

Hal itu telah mendorong permintaan atas dolar AS sehingga menyebabkan mata uang lain terdepresiasi termasuk rupiah. Indeks dolar AS cenderung menguat sementara pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cukup volatil dengan kecenderungan melemah dalam enam bulan terakhir.

Di sisi lain, untuk memperkuat stabilitas nilai rupiah dari dampak kenaikan suku bunga global, suku bunga acuan di Indonesia telah meningkat secara bertahap dari 3,50 persen menjadi 6,25 persen atau terhitung sebanyak delapan kali dalam kurun waktu kurang dari dua tahun.

Meningkatnya suku bunga acuan juga berdampak bagi peningkatan biaya dana perbankan atau biaya bunga dana pihak ketiga (DPK). Di sisi lain, perbankan Indonesia lebih berhati-hati dalam menaikkan suku bunga kredit meskipun suku bunga dana cenderung meningkat, sehingga dapat menyebabkan tekanan pada profitabilitas perbankan.

Namun demikian, karena profitabilitas perbankan yang baik, dan masih didukung oleh pertumbuhan kredit, NIM dan ROA industri perbankan masih tergolong tinggi meskipun mengalami sedikit penurunan.

Pertumbuhan DPK perbankan meskipun tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, namun pertumbuhannya masih lebih rendah dibandingkan kredit.

Pertumbuhan DPK yang melambat utamanya pada deposito, juga dipengaruhi oleh banyaknya alternatif instrumen penempatan dana selain deposito perbankan. Gap antara pertumbuhan kredit dan DPK menyebabkan bank melakukan penjualan surat berharga dan mengurangi alat likuid.

"Hal ini juga menyebabkan likuiditas perbankan mengalami tekanan terlihat dari menurunnya rasio likuiditas bank, meskipun masih jauh di atas threshold dan berada pada level yang lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi," ujarnya.

Baca juga: Airlangga kaji opsi perpanjangan restrukturisasi kredit hanya KUR
Baca juga: DBS sarankan pilih obligasi dalam dolar AS jika bunga Fed turun di Q4
Baca juga: IHSG berpotensi menguat seiring optimisme pemangkasan suku bunga Fed

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Faisal Yunianto
COPYRIGHT © ANTARA 2024