Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meneliti dampak cemaran logam seng terhadap biota laut jenis rajungan dan bandeng di perairan Teluk Jakarta.
 
Penelitian itu dilakukan mengingat kawasan Teluk Jakarta tinggi muatan polutan kimia, biologi, dan radioaktif, baik dari daratan maupun laut akibat aktivitas manusia.
 
"Daerah tersebut menjadi tempat bermuaranya berbagai senyawa pencemar dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta," kata Peneliti Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih BRIN Ikhsan Budi Wahyono dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.
 
Ia menjelaskan konsentrasi logam seng yang tinggi umumnya melalui proses antropogenik, yaitu kegiatan penduduk yang terbuang ke sungai sampai ke perairan laut. Hal ini berpotensi menimbulkan masalah ekologi dan kesehatan masyarakat.

Baca juga: Peneliti BRIN eksplorasi kekayaan laut Palung Jawa
 
Pada tahun 2019, riset yang dilakukan oleh Ikhsan menemukan bahwa kandungan logam seng di Teluk Jakarta sebesar 0 sampai 0,280 miligram per liter.
 
Penelitian setelah reklamasi mencatat cemaran logam seng mencapai 0,003 hingga 0,097 miligram per liter. Data itu menunjukkan ada peningkatan konsentrasi logam seng di Teluk Jakarta.
 
Akumulasi logam berat dalam beberapa biota akuatik dapat dijadikan sebagai biomonitor dan bioindikator terhadap tingkat pencemaran suatu ekosistem perairan.
 
"Rajungan dan bandeng bisa dijadikan sebagai bioindikator lingkungan karena kemampuannya dalam mengakumulasi logam seng," kata Ikhsan.

Baca juga: BRIN gali potensi biota laut untuk bahan baku farmasi
 
Biota laut yang terpapar oleh logam seng dalam 24 jam ikan akan mati dengan konsentrasi seng 60 miligram per liter, udang 0,5 sampai 50 miligram per liter, dan kerang 10 sampai 50 miligram per liter.
 
Logam seng dalam kondisi normal air laut adalah 0,002 miligram per liter. Sedangkan baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup hanya 0,05 miligram per liter.
 
Proyek penelitian itu menggunakan teknik radioisotop atau radiotrace yang memungkinkan hewan uji tidak mengalami kematian.

Baca juga: BRIN ungkap potensi rumput laut jadi sumber energi alternatif
 
"Teknik radioaktif adalah suatu teknik yang digunakan untuk identifikasi dan observasi pada berbagai proses fisika, kimia, maupun biologi yang terjadi. Pada penelitian bioakumulasi membutuhkan percobaan dan observasi mendalam agar memahami proses bioakumulasi secara komprehensif," katanya.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024